Triliunan Menguap? Pakar Hukum Desak Penegakan Hukum atas 12 Temuan BPK di OJK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Desember 2025 3 jam yang lalu
Pakar hukum Kurnia Zakaria menyoroti 12 temuan BPK terkait OJK yang berpotensi menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah. Ilustrasi menampilkan tumpukan dokumen, uang, dan gedung OJK sebagai simbol pengawasan keuangan yang lemah serta risiko hukum yang serius. (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)
Pakar hukum Kurnia Zakaria menyoroti 12 temuan BPK terkait OJK yang berpotensi menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah. Ilustrasi menampilkan tumpukan dokumen, uang, dan gedung OJK sebagai simbol pengawasan keuangan yang lemah serta risiko hukum yang serius. (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, MI – Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Kurnia Zakaria mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti 12 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LKOJK) Tahun 2023. Menurut Kurnia, temuan ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan risiko hukum yang serius.

Temuan BPK, tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 16.a/LHP/XV/05/2024 tanggal 3 Mei 2024, menunjukkan adanya kelemahan pengelolaan aset, pendapatan, dan prosedur operasional di OJK. 

Temuan tersebut juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial signifikan, termasuk risiko terhadap bank pembangunan daerah yang berada di bawah pengawasan OJK.

12 Temuan BPK yang mengkhawatirkan

Sebagaimana dirangkum Monitorindonesia.com, Minggu (2/11/2025), temuan BPK antara lain:

1. Piutang Kontinjensi Tidak Tertagih – Piutang tak terdata berpotensi tidak tertagih, menyebabkan saldo piutang kurang saji sebesar Rp89,1 miliar.

2. Aset Tak Berwujud Belum Tertata – Penatausahaan aset tak berwujud melalui swakelola belum memadai, meningkatkan risiko kesalahan laporan keuangan.

3. Keamanan Data Lemah – Pengamanan Disaster Recovery Center OJK belum memadai, meningkatkan risiko keamanan data penting lembaga.

4. Aset Tetap Rusak dan Hilang – Aset tetap yang rusak berat dan hilang senilai Rp63,89 miliar masih tercatat dalam laporan keuangan.

5. Kebijakan Tanpa Pendelegasian Wewenang – Penetapan kebijakan strategis dan operasional dilakukan tanpa mekanisme pendelegasian wewenang yang sah.

6. Pendapatan Pungutan dan Denda Belum Optimal – Pengelolaan pendapatan pungutan dan sanksi denda menimbulkan keterlambatan pengakuan pendapatan Rp5,08 miliar.

7. Pemanfaatan Kelebihan Realisasi Pungutan 2022 Tidak Sesuai Aturan – Sebesar Rp20,98 miliar digunakan tanpa sesuai ketentuan.

8. Biaya Sewa Wisma Mulia 1 Belum Dipertanggungjawabkan – Nilai yang belum dipertanggungjawabkan mencapai Rp396,1 miliar.

9. Hibah Tanah dan Bangunan OJK Papua Ilegal – Hibah diterima dari Pemprov Papua tanpa persetujuan DPR Papua, berpotensi memicu sengketa hukum.

10. Penilaian Kinerja Dewan Komisioner Tidak Akurat – Tidak mencerminkan capaian individu masing-masing anggota.

11. Pembayaran Imbalan Prestasi dan PPh Badan 2022 Tidak Sesuai Ketentuan – Senilai Rp837,66 miliar, membebani laporan keuangan 2023.

12. Pemenuhan Modal Inti Minimum BPD Berisiko – Pemenuhan Modal Inti Minimum (MIM) Rp3 triliun untuk bank pembangunan daerah hingga 31 Desember 2024 berpotensi tidak tercapai, menghambat pengembangan ekonomi daerah.

Kurnia Zakaria menegaskan, temuan-temuan ini menunjukkan celah serius dalam pengelolaan keuangan negara. Ia menilai, jika tidak ditindaklanjuti secara cepat, temuan BPK bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan keuangan publik dan membuka peluang praktik penyalahgunaan aset serta pelanggaran prosedur.

“Seluruh temuan harus diusut tuntas, termasuk potensi penyalahgunaan aset, hibah ilegal, dan pembayaran imbalan yang menyalahi aturan. Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi masalah hukum dan publik yang serius,” tegas Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Jumat (26/12/2025).

Menurutnya, aparat penegak hukum dan pemerintah harus memastikan transparansi dan akuntabilitas OJK terjaga. “BPK sudah memberi sinyal tegas. Langkah selanjutnya ada di tangan pemerintah dan DPR: memastikan semua temuan direspons cepat agar tidak ada celah kerugian negara yang lebih besar,” lanjutnya.

Adapun desakan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap pengelolaan keuangan dan aset OJK. Sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional, pengelolaan yang tidak transparan bisa berdampak luas, termasuk mengganggu kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan.

Sejumlah pengamat menilai, penanganan temuan BPK ini menjadi ujian penting bagi komitmen pemerintah terhadap akuntabilitas dan integritas lembaga pengawas. Jika dibiarkan, potensi kerugian negara bisa meningkat, dan reputasi OJK sebagai pengawas sektor keuangan nasional ikut terancam.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi dan meminta tanggapan kepada Kepala Bagian Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dody Ardiansyah saol apakah semua temuan BPK di tahun itu sudah ditindak lanjuti? Sayannya, hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Dody belum memberikan respons.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

12 Temuan BPK di OJK. Selengkapnya di sini...

Topik:

Temuan BPK OJK BPK