Kasus Rp 2,7 Triliun Disapu SP3, MAKI Tantang Kejagung Usut Korupsi Tambang Nikel Konawe Utara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Desember 2025 2 jam yang lalu
Koordiantor MAKI Boyamin Saiman (Foto: Dok MI/Pribadi)
Koordiantor MAKI Boyamin Saiman (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI — Desakan agar Kejaksaan Agung turun tangan mengusut dugaan korupsi perizinan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, kembali menguat. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai, kinerja tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) saat ini lebih progresif dan terbukti berhasil membongkar kejahatan korupsi di sektor pertambangan.

Dorongan tersebut muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian izin tambang nikel yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun. Padahal, dalam perkara itu KPK telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka sejak 2017.

Namun, perkara tersebut tidak pernah berlanjut ke tahap penahanan maupun persidangan. KPK justru menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang kemudian menuai kritik dari berbagai kalangan.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan pihaknya mendorong Kejaksaan Agung untuk membuka penyidikan baru atas kasus tersebut. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk memastikan penegakan hukum tidak berhenti di tengah jalan.

“Kami meminta Kejaksaan Agung mengambil alih dan memulai penyidikan baru atas dugaan korupsi perizinan tambang nikel di Konawe Utara. Saat ini Jampidsus terbukti lebih berani dan efektif,” ujar Boyamin, Jumat (26/12/2025).

Boyamin menilai, dalam beberapa tahun terakhir Kejagung menunjukkan keberanian dan kecanggihan dalam mengusut perkara korupsi besar, khususnya di sektor sumber daya alam. Keberanian itu, kata dia, berujung pada putusan pengadilan yang menjerat para pelaku dan memulihkan kerugian negara.

Sebagai contoh, ia menyinggung keberhasilan Jampidsus membongkar kasus korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung yang dinyatakan merugikan keuangan negara dan lingkungan dengan nilai fantastis, mencapai sekitar Rp 300 triliun.

Selain itu, Boyamin menilai Kejaksaan Agung kerap berhasil menuntaskan perkara-perkara besar yang sebelumnya sempat ditangani KPK, namun tidak pernah sampai ke tahap vonis.

“Kasus Jiwasraya dengan kerugian negara Rp 16,8 triliun dan Asabri Rp 22,7 triliun adalah contoh nyata. Kejaksaan mampu membawa perkara itu hingga vonis di pengadilan,” kata dia.

Ia juga menyinggung perkara alih fungsi lahan perkebunan sawit PT Duta Palma Group yang melibatkan Surya Darmadi alias Apeng. Dalam kasus tersebut, KPK sempat menghentikan penyidikan, sebelum akhirnya Kejaksaan Agung mengambil alih dan berhasil menjatuhkan hukuman penjara 16 tahun serta kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 41,9 triliun.

“Fakta-fakta itu menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung saat ini lebih efektif dalam menangani korupsi berskala besar, khususnya di sektor pertambangan. Karena itu, kami mendorong Kejagung masuk dan menuntaskan kasus tambang nikel Konawe Utara agar tidak menggantung tanpa kepastian hukum,” tegas Boyamin.

Topik:

Kejaksaan Agung Kejagung Jampidsus KPK SP3 Korupsi Tambang Korupsi Nikel Tambang Nikel Konawe Utara Sulawesi Tenggara MAKI Boyamin Saiman Izin Pertambangan Skandal Tambang Kejahatan SDA Korupsi Triliunan Mafia Tambang Penegakan Hukum Kasus Mangkrak