MAKI Laporkan Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra dan Malut ke Kejagung, Potensi Kerugian Negara Capai Rp 10 T
Jakarta, MI — Perhimpunan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan nikel yang terjadi di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara ke Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dugaan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga belasan triliun rupiah.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan laporan itu disusun berdasarkan hasil riset dan investigasi mendalam terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) serta dugaan ekspor ilegal bijih nikel ke luar negeri.
“Kami sangat sering melakukan advokasi dan pengawasan terhadap penegakan hukum agar berjalan sesuai peraturan yang berlaku. Dari hasil investigasi kami, ditemukan dugaan korupsi serius di sektor pertambangan nikel,” ujar Boyamin dalam laporannya dinukil Monitorindonesia.com, Jumat (26/12/2025).
Dugaan Korupsi Izin Tambang di Konawe Utara
MAKI mengungkap dugaan korupsi dalam proses pemberian izin pertambangan nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2017. Dugaan tersebut meliputi tahap eksplorasi hingga operasi produksi.
“Kami menemukan fakta bahwa izin usaha pertambangan diberikan kepada 17 perusahaan tambang nikel hanya dalam waktu satu hari. Ini sangat tidak wajar dan patut diduga sebagai praktik percepatan izin yang bermuatan suap,” kata Boyamin.
MAKI menduga Bupati Konawe Utara saat itu, Aswad Sulaiman, menerima suap atau gratifikasi senilai sekitar Rp 13 miliar atas penerbitan izin tersebut.
“Atas pemberian izin itu, negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp 2,7 triliun,” tegasnya.
Dugaan Korupsi IUP di Kotawaringin Timur
Selain itu, MAKI juga melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pemberian IUP di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, pada periode 2010–2012.
Dalam kasus ini, Bupati Kotawaringin Timur saat itu, Supian Hadi, diduga menerbitkan izin pertambangan kepada tiga perusahaan, yakni PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining.
“Kami menduga yang bersangkutan menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Land Cruiser, mobil Hummer H, serta uang tunai ratusan juta rupiah,” ujar Boyamin.
MAKI memperkirakan kerugian negara akibat pemberian izin tersebut mencapai Rp 5,8 triliun dan 571.000 dolar AS.
Dugaan Ekspor Ilegal Nikel ke China
MAKI juga menyoroti dugaan ekspor ilegal bijih nikel dari kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) ke China selama periode Januari 2020 hingga 2022.
Padahal, ekspor bijih nikel telah dilarang pemerintah sejak 1 Januari 2020 melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019.
“Kami menemukan dugaan ekspor ilegal nikel mencapai 5,3 juta ton ke China. Modusnya menggunakan manipulasi dokumen ekspor dengan mengubah kode barang seolah-olah bijih besi,” ungkap Boyamin.
Menurut MAKI, praktik tersebut diduga melibatkan persekongkolan antara pengusaha dan oknum aparat bea cukai, dengan potensi kerugian negara sekitar Rp 1,5 triliun.
“Sangat kami sesalkan, hingga kini KPK belum menindaklanjuti temuan ekspor ilegal tersebut secara tuntas,” tambahnya.
MAKI Desak Kejaksaan Agung Ambil Alih
MAKI berharap Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dapat segera mengambil langkah hukum atas laporan tersebut.
“Kami berharap Jaksa Agung dan Jampidsus memberikan perhatian serius dan segera menuntaskan dugaan korupsi ini demi kepastian hukum dan penyelamatan keuangan negara,” pungkas Boyamin.
Topik:
MAKI Dugaan Korupsi Korupsi Tambang Tambang Nikel Izin Usaha Pertambangan Ekspor Ilegal Nikel IWIP Konawe Utara Kotawaringin Timur Kejaksaan Agung Jampidsus KPK Mafia Tambang Korupsi Sumber Daya AlamBerita Terkait
Kasus Rp 2,7 Triliun Disapu SP3, MAKI Tantang Kejagung Usut Korupsi Tambang Nikel Konawe Utara
4 jam yang lalu
Gerah Skandal CSR BI, Perry Warjiyo Tutup Mulut dan Blokir WhatsAap Jurnalis Ketimbang Klarifikasi
5 jam yang lalu