Skandal Penegakan Hukum! MAKI akan Gugat KPK karena Setop Kasus Nikel Konawe Utara Rp 2,7 T
Jakarta, MI – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersiap melayangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Langkah ini ditempuh menyusul keputusan KPK menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian izin pertambangan nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun.
Tak berhenti di situ, MAKI secara terbuka menantang Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengambil alih dan membuka penyidikan baru atas perkara yang dinilai mangkrak dan sarat kejanggalan tersebut.
“Kami pilih opsi melapor ke Jampidsus Kejaksaan Agung dan akan menempuh praperadilan atas SP3 yang diterbitkan KPK dalam perkara korupsi Konawe Utara,” tegas Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Monitorindonesia.com, Jumat (26/12/2025) malam.
Boyamin menilai, penghentian perkara ini mencederai rasa keadilan publik, terlebih kasus tersebut menyangkut kejahatan sumber daya alam bernilai triliunan rupiah dan berdampak luas terhadap lingkungan serta keuangan negara.
Ia bahkan menyebut, dalam beberapa tahun terakhir, Kejaksaan Agung justru tampil lebih progresif, berani, dan efektif dibanding KPK dalam membongkar korupsi besar di sektor strategis.
Sebagai perbandingan, Boyamin menyinggung keberhasilan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengungkap skandal tata niaga timah di Bangka Belitung dengan total kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
Tak hanya itu, perkara-perkara raksasa yang sempat “mandek” di KPK justru berakhir dengan vonis ketika ditangani Kejagung.
“Kasus Jiwasraya dengan kerugian Rp 16,8 triliun dan Asabri Rp 22,7 triliun adalah bukti nyata. Kejaksaan mampu membawa perkara besar hingga vonis, sementara KPK tidak,” kata Boyamin.
Ia juga menyoroti kasus PT Duta Palma Group yang menyeret Surya Darmadi alias Apeng. Dalam perkara tersebut, KPK sempat menghentikan penyidikan, sebelum akhirnya Kejagung mengambil alih dan sukses menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 41,9 triliun.
“Fakta-fakta ini menunjukkan KPK kerap gagal menuntaskan perkara besar. Sebaliknya, Kejaksaan Agung saat ini jauh lebih efektif menangani korupsi skala raksasa, terutama di sektor pertambangan,” tandas Boyamin.
Karena itu, MAKI mendesak Kejagung segera masuk dan menuntaskan kasus tambang nikel Konawe Utara, agar tidak dibiarkan menggantung tanpa kepastian hukum dan tanpa pertanggungjawaban pelaku.
Sebelumnya, KPK secara resmi menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan korupsi izin pertambangan nikel Konawe Utara yang terjadi pada 2009.
“Benar, KPK telah menerbitkan SP3 dalam perkara tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (26/12/2025).
Menurut Budi, status tersangka Aswad Sulaiman dicabut karena penyidik menilai tidak ditemukan kecukupan alat bukti, dengan alasan tempus perkara yang sudah lama.
“Tempus perkaranya 2009, dan setelah pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti,” ucapnya.
Meski berdalih demi kepastian hukum, KPK mengklaim tetap membuka peluang membuka kembali penyidikan jika ditemukan bukti baru.
Diketahui, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017, terkait dugaan korupsi penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi di Kabupaten Konawe Utara periode 2007–2014.
Topik:
MAKI KPK Kejaksaan Agung Korupsi Tambang Nikel Konawe Utara SP3 Penyidikan Korupsi Kerugian Negara Sumber Daya Alam Kasus Korupsi BesarBerita Terkait
MAKI Laporkan Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra dan Malut ke Kejagung, Potensi Kerugian Negara Capai Rp 10 T
6 jam yang lalu
Kasus Rp 2,7 Triliun Disapu SP3, MAKI Tantang Kejagung Usut Korupsi Tambang Nikel Konawe Utara
8 jam yang lalu