Korupsi Proyek Kota Deli Megapolitan: Kejati Sumut Didesak Seret Seluruh Pejabat PTPN II 2020–2023 ke Pengadilan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Desember 2025 1 jam yang lalu
Ilustrasi - Korupsi Proyek Kota Deli Megapolitan: Kejati Sumut Didesak Seret Seluruh Pejabat PTPN II 2020–2023 ke Pengadilan (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)
Ilustrasi - Korupsi Proyek Kota Deli Megapolitan: Kejati Sumut Didesak Seret Seluruh Pejabat PTPN II 2020–2023 ke Pengadilan (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, MI – Dugaan korupsi proyek Kota Deli Megapolitan (KDM) yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) kembali menjadi sorotan publik. 

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) telah menahan empat tersangka, namun berbagai pihak mendesak agar seluruh pejabat PTPN II yang duduk pada periode 2020–2023 diperiksa dan diseret ke pengadilan, mengingat potensi kerugian negara yang sangat besar.

Kasus ini bermula dari pengelolaan lahan eks perkebunan PTPN II yang berada di wilayah strategis Sumatera Utara, khususnya di Medan, Binjai, dan Deli Serdang. Selama periode 2020–2023, PTPN II menandatangani kerja sama dengan beberapa pihak swasta, di antaranya PT NDP dan PT Citraland, untuk pengembangan proyek KDM. 

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sejumlah klausul kontrak dinilai merugikan perusahaan negara.

Hingga saat ini, Kejati Sumut telah menahan empat orang tersangka terkait kasus ini:

1. Irwan Peranginangin, Direktur Utama PTPN II periode 2020–2023, ditahan pada 7 November 2025.

2. Iman Subakti (IS), Direktur PT NDP 2020–2023, ditahan pada 20 Oktober 2025.

3. Askani, mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumut.

4. Abdul Rahim Lubis, mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang, ditahan pada 14 Oktober 2025.

Meski begitu, publik dan lembaga pengawas menilai penahanan ini belum mencerminkan penyidikan yang menyeluruh, karena banyak pejabat PTPN II yang memiliki peran strategis dalam proyek KDM tidak tersentuh proses hukum.

Kepala Kejati Sumut, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyidikan fokus pada temuan pertama dari 15 temuan BPK, yakni klausul kontrak kerja sama yang dinilai belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan. 

Temuan ini menyasar pemanfaatan lahan bekas kebun PTPN II di wilayah Medan, Binjai, dan Deli Serdang yang telah berubah fungsi menjadi kawasan residensial, komersial, dan industri.

Yang sedang kita tangani adalah temuan ke-1 dari 15 temuan BPK, yakni klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan. Kami sedang fokus menuntaskan temuan ke 1 itu dan untuk menemukan temuan BPK terindikasi pidana atau tidak tentu harus melalui investigasi lanjutan," kata Harli saat berbincang dengan Monitorindonesia.com pada bulan lalu dikutip pada Jumat (26/12/2025).

Temuan BPK dan Peran Pejabat PTPN II

BPK menilai sejumlah pejabat PTPN II kurang optimal dalam mengelola proyek Kota Deli Megapolitan (KDM), antara lain:

1. Direktur Utama PTPN II 2020–2023, Irwan Peranginangin:

Tidak cermat menyetujui addendum Master Cooperation Agreement (MCA) dengan PT CKPSN terkait kewajiban penyerahan lahan kepada pemerintah.

Belum seluruhnya mengalihkan lahan kerja sama seluas 2.514 Ha sebagai bentuk setoran modal ke PT NDP sesuai ketentuan berlaku.

2. Direktur PT NDP periode 2020–2023, Iman Subakti:

Kurang optimal dalam menyediakan lahan matang kawasan residensial.

Kurang cermat mempertanggungjawabkan biaya pembersihan lahan proyek kawasan residensial.

3. SEVP Manajemen Aset PTPN II periode 2021–2023:

Kurang optimal dalam mendukung penyediaan lahan untuk kawasan bisnis.

4. Kepala Bagian Perencanaan dan Sustainability PTPN II periode 2021–2023:

Kurang cermat memasukkan klausul kewajiban penyediaan lahan kepada pemerintah dalam MCA.

5. Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi PTPN II periode 2021–2023:

Kurang cermat dalam melakukan perhitungan dan transfer jaminan PPLWH dan BPLWH.

6. Kepala Bagian Hukum PTPN II periode 2021–2023:

Kurang optimal dalam proses penyediaan lahan matang untuk kawasan bisnis dan industri.

Masalah Utama dalam Proyek KDM

BPK menemukan sejumlah masalah pada pelaksanaan proyek KDM:

1. Proyek KDM tidak didukung RKT dan laporan berkala, sehingga pendapatan dan alokasi lahan tidak terkontrol.

2. Kelebihan transfer PPLWH ke PT NDP senilai Rp1,372 miliar, berpotensi tidak diganti.

3. Kewajiban penyerahan lahan ke pemerintah tidak tercantum dalam kontrak, berpotensi melanggar peraturan.

4. Bagi hasil PPLWH dan BSPL tidak sepenuhnya menguntungkan PTPN II, menyebabkan potensi kerugian proyek Bangun Sari Rp20,7 miliar.

5. Proses inbreng tanah sebagai penyertaan modal ke PT NDP belum sepenuhnya sesuai akta pendirian, sehingga masih ada sisa tanah HGU seluas 33,9 Ha yang belum di-inbreng.

6. Investasi PTPN II pada PUP Kawasan Bisnis (PT DMKB) turun hingga Rp1,25 miliar, karena proyek belum berjalan.

7. Klausul penyediaan lahan 10.000 Ha dalam MCA tidak rinci, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa di masa depan.

8. Besaran Biaya Subkontrak Pengembangan Lahan (BSPL) ditetapkan berdasarkan persentase, bukan real cost, sehingga merugikan PTPN II dan PT NDP.

Rekomendasi BPK

BPK merekomendasikan Direktur Utama PTPN I untuk:

1. Berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III untuk memberi sanksi kepada Irwan Peranginangin.

2. Menugaskan bagian SPI untuk audit khusus proyek KDM yang diawasi Dewan Komisaris PTPN I.

3. Meninjau kembali kerja sama dengan PT CKPSN dan melakukan revisi klausul agar memberikan keuntungan optimal bagi PTPN I.

4. Memberikan sanksi administratif kepada seluruh pejabat terkait di PTPN II dan PT NDP yang lalai.

Selain temuan pertama, BPK juga mencatat 14 temuan lain, termasuk:

1. Pembayaran konsultan hukum dan success fee yang berlebihan.

2. Penghapusbukuan lahan eks-HGU seluas 451,73 Ha yang belum tuntas, dengan ganti rugi senilai Rp384,3 miliar.

3. Pembayaran biaya keamanan dan proyek KMB yang belum sesuai ketentuan.

4. Penjualan listrik kepada PT PLN dan kerjasama PLT Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia belum optimal.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengelolaan proyek KDM, baik dari sisi penyediaan lahan, perhitungan bagi hasil, maupun pengawasan internal, belum sepenuhnya memihak kepada PTPN II dan pemegang saham negara.

Menyoal temuan auiditor negara itu, Hikmat Siregar, Direktur Investigasi/Manajer Investigasi Indonesian eCatalouge Watch (INDECH) menegaskan pentingnya penyidikan menyeluruh.

"Kejati Sumut harus tegas dan tidak setengah-setengah. Semua pejabat PTPN II yang duduk di posisi strategis selama periode 2020–2023 harus diperiksa. Kasus KDM ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi menyangkut aset negara yang dirugikan. Publik berhak tahu siapa yang bertanggung jawab," kata Hikmat kepada Monitorindonesia.com, Jumat (26/12/2025).

Hikmat menambahkan bahwa penahanan empat tersangka sejauh ini belum mencerminkan penegakan hukum yang adil dan menyeluruh, karena banyak pejabat dengan peran kunci dalam penyusunan kontrak, pengelolaan lahan, dan pengawasan proyek belum diperiksa.

Dia pun mendesak agar Kejati Sumut memeriksa seluruh pejabat yang memiliki tanggung jawab strategis selama proyek KDM, tidak hanya fokus pada empat tersangka yang ditahan.

"Jika terbukti bersalah, para pejabat ini dapat menghadapi dakwaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan penggelapan aset negara, yang dapat berujung pada hukuman pidana penjara dan denda miliaran rupiah," ungkapnya.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di Sumatera Utara, khususnya terkait pengelolaan aset BUMN. Publik menuntut transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum. Jika Kejati Sumut bertindak tegas dan menyeluruh, kasus ini dapat menjadi contoh bagi BUMN lain mengenai pentingnya tata kelola aset yang baik dan pengawasan internal yang ketat.

"Jangan sampai hanya sebagian kecil pejabat yang diproses, sementara yang lain lepas begitu saja. Publik menunggu keadilan yang utuh," tandas Hikmat Siregar.

Adapun Kejati Sumut hingga kini masih mendalami bukti tambahan, termasuk dokumen kontrak, laporan keuangan, dan keterangan saksi internal. Penyidikan yang menyeluruh diharapkan dapat mengungkap semua pihak yang bertanggung jawab dan memastikan aset negara tidak disalahgunakan lagi.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Temukan berita investigasi Temuan BPK PTPN II di sini...

Topik:

Kejati Sumut Korupsi PPTPN I PTPN II