PT PP di Bawah Sorotan: Temuan BPK Ini Picu Pemeriksaan Dirut Novel Arsyad

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Desember 2025 3 jam yang lalu
Ilustrasi - Dugaan korupsi menyelimuti PT Pembangunan Perumahan (PT PP) (Foto: Dok MI/Aswan/Diolah dari berbagai sumber)
Ilustrasi - Dugaan korupsi menyelimuti PT Pembangunan Perumahan (PT PP) (Foto: Dok MI/Aswan/Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, MI – Dugaan korupsi di BUMN Karya kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah kasus di PT Pembangunan Perumahan (PT PP) menunjukkan bahwa praktik maladministrasi dan korupsi tidak hanya “masa lalu”, melainkan masih berlangsung hingga kini.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak jajaran direksi, termasuk Dirut PT PP, Novel Arsyad.

Meski kinerja PT PP moncer dengan laba bersih Rp 267,28 miliar pada kuartal III-2024, temuan BPK terkait pengelolaan keuangan 2019–2020 mengungkap 13 dugaan penyimpangan, mulai dari investasi yang membebani keuangan perusahaan hingga proyek yang tidak efisien, seperti pembangunan Oil Terminal Pulau Nipa, PLTU anak perusahaan PPE, dan runway Bandara Soekarno-Hatta, dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah.

KPK kini menindaklanjuti dugaan korupsi proyek fiktif di Divisi EPC PT PP periode 2022–2023. Dua pejabat perusahaan, Kepala Divisi EPC Didik Mardiyanto dan Head of Finance & Human Capital Herry Nurdy Nasution, telah ditahan setelah terungkap penggunaan vendor fiktif senilai Rp 46,8 miliar. Dana yang dicairkan bahkan dialirkan kembali ke oknum pejabat dan pekerja kecil, termasuk office boy dan sopir, untuk menutupi jejak.

Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan praktik itu sistematis, merusak akuntabilitas, dan menekankan: “Uang negara tidak boleh dijadikan ruang eksperimen.”

Temuan BPK

BPK RI melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap PT PP, terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2019–2020 di PT PP, anak perusahaan, dan instansi terkait di DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, dan NTB. Dalam laporan tertanggal 20 April 2022, BPK mengungkap 13 temuan utama:

1. Proses investasi Oil Terminal Pulau Nipa belum sepenuhnya menerapkan prinsip kehati-hatian.

2. Keputusan investasi melalui debt equity swap atas piutang jasa konstruksi PT CPI membebani kinerja keuangan PT PP.

3. Investasi pembangkit listrik oleh entitas anak PPE belum memberikan keuntungan sesuai proyeksi.

4. Kinerja keuangan PT PP Properti menurun dan berpotensi mengganggu keuangan PT PP.

5. Investasi pada PT Trekka belum memberikan keuntungan bagi perusahaan.

6. Investasi pembangunan SPAM Sarbagikung belum memberikan keuntungan.

7. Pembangunan jalan kawasan dengan spesifikasi khusus di Mandalika tidak efisien.

8. Biaya pembangunan Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta Section 1 melebihi target anggaran proyek.

9. Pekerjaan Runway 3 Section 2 tidak efisien.

10. Pematangan lahan Pantai Barat dan konstruksi Apron Barat Bandara Ngurah Rai Bali tidak efisien.

11. Perbaikan pekerjaan dalam masa pemeliharaan Gedung BNI Menara Pejompongan belum selesai.

12. Item pekerjaan Videotron dan beton Gedung BNI Menara Pejompongan tidak efisien sebesar Rp 15,83 miliar.

13. Renovasi venue utama dan lapangan latihan Piala Dunia U-20 Bali tidak efisien sebesar Rp 2,27 miliar.

Desakan Pemeriksaan Dirut PT PP

Prof. Trubus Rahardiansyah, Guru Besar Universitas Trisakti dan Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), begitu disapa Monitorindonesia.com, Rabu (24/12/2025) menegaskan:

“Uang negara tidak boleh dijadikan ruang eksperimen. Semua yang mengetahui kasus ini, termasuk Dirut dan komisaris, wajib diperiksa karena kebijakan mereka berpotensi merugikan perusahaan dan negara.”

KPK diharapkan memeriksa Dirut PT PP, Novel Arsyad, karena semua pelanggaran terjadi pada masa jabatannya. Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi bertanggung jawab penuh atas keputusan yang menimbulkan kerugian perusahaan, termasuk komisaris yang ikut menentukan kebijakan proyek.

Trubus menambahkan, KPK berpotensi melakukan penggeledahan rumah dan kontraktor terkait, serta menelusuri aliran dana melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemblokiran rekening tersangka juga bisa dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.

"KPK bisa melibatkan PPATK dalam menelusuri aliran dana karena kan depresing, menelusuri aliran dananya kemana saja dan siapa-siapa saja pihak yang kecipratan dan itu KPK dan PPATK bisa melakukan tindakan sesuai dengan penanganannya. Kemudian dalam hal ini KPK segera memblokir rekening-rekening," katanya.

Sementara, Kepala PPATK  Ivan Yustiavandana kepada Monitorindonesia.com sempat menyatakan bahwa pihaknya selalu membatu penyidik lembaga penegak hukum lainnya dalam hal penelusuran aliran dana dugaan rasuah.

"Sesuai dengan fungsi PPATK, kami dapat membantu penyidik untuk menelusuri kasus atas permintaan dari penyidik, namun untuk detail aliran dana tidak dapat disampaikan karena menyangkut dengan materi kasus yg sedang ditangani oleh penyidik," tegas Ivan.

Dugaan Keterlibatan Banyak Pihak

Pakar hukum pidana Hudi Yusuf dari Universitas Borobudur menilai:m“Kasus ini perlu dikembangkan hingga tuntas dan tidak pantas jika hanya dua tersangka. Banyak pihak yang terlibat dan menikmati hasilnya.”

Selama 2022–2023, Divisi EPC PT PP mengerjakan beberapa proyek, baik sendiri maupun melalui konsorsium/joint operation. Pada Juni 2022, Didik memerintahkan Herry Nurdy menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar untuk proyek Cisem, yang diatur melalui vendor fiktif. Beberapa proyek lain menggunakan vendor fiktif dengan total nilai Rp 10,8 miliar.

Dalam kurun Juni 2022–Maret 2023, terdapat 9 proyek fiktif senilai total Rp 46,8 miliar, termasuk Pabrik Peleburan Nikel di Kolaka, Mines of Bahodopi Block 2 & 3 di Morowali, dan Sulut-1 Coal Fired Steam Power Plant di Manado. Dari proyek Mines of Bahodopi, dana dialirkan untuk THR dan tunjangan variabel kepada beberapa staf dengan total Rp 10,8 miliar.

Klarifikasi PT PP

PT PP (Persero) Tbk menyampaikan klarifikasi resmi terkait penahanan dua individu. Manajemen menjelaskan pemeriksaan dugaan penyimpangan telah dilakukan sejak Desember 2024 dan kini memasuki tahap lanjutan di KPK.

Corporate Secretary PTPP, Joko Raharjo, menyatakan:

“PTPP tetap menjalankan seluruh kegiatan usaha secara normal dan profesional. Komitmen kami adalah menjaga kepercayaan pemangku kepentingan dan memastikan seluruh proyek serta fungsi bisnis berjalan baik.”

PTPP menegaskan menghormati asas praduga tidak bersalah, menjunjung Good Corporate Governance, dan siap kooperatif terhadap langkah KPK. Perusahaan juga telah memperkuat tata kelola melalui digitalisasi proses bisnis, pengendalian internal ketat, dan pengawasan berlapis. Hingga kini, belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Catatan: Kasus ini menegaskan bahwa BUMN Karya rawan dijadikan “ladang eksperimen” oknum-oknum tertentu. KPK diharapkan menelusuri seluruh aliran dana, termasuk kemungkinan keterlibatan Dirut PT PP, agar akuntabilitas benar-benar ditegakkan.

Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi perkembangan kasus ke pihak KPK dan PT PP melalui kontak +62 21-8403883 dan email corsec@ptpp.co.id, namun hingga tenggat waktu berita diterbitkan, respons belum diterima.

Topik:

PT PP BPK KPK korupsi BUMN proyek fiktif Direksi PT PP Dirut Novel Arsyad maladministrasi EPC