Audit BPK Bongkar Kebobrokan Bea Cukai: Kejagung Tak Kunjung Temukan Tersangka Korupsi Ekspor POME
Jakarta, MI — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status kasus dugaan korupsi ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) tahun 2022 ke tahap penyidikan. Perkara ini mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam ekspor limbah sawit, dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuka indikasi lemahnya tata kelola dan pengawasan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menggeledah lebih dari lima lokasi strategis, termasuk kantor DJBC dan kediaman sejumlah pejabat terkait. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita dokumen dan barang bukti yang diduga berkaitan langsung dengan proses ekspor POME.
Puluhan saksi telah diperiksa, namun hingga kini belum ada seorang pun tersangka. Penyidikan difokuskan pada dugaan manipulasi volume ekspor, penyimpangan prosedur kepabeanan, hingga potensi praktik korupsi yang melibatkan aparat pengawas. Kejagung juga masih menghitung potensi kerugian negara dengan dukungan data audit BPK dan instansi terkait, meski nilainya belum diumumkan ke publik.
Kasus ini menguat setelah BPK menemukan sejumlah kelemahan mendasar dalam sistem pengawasan dan audit DJBC sepanjang 2021–2023. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024, BPK menilai ketiadaan regulasi teknis menjadi celah serius yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Salah satu temuan krusial BPK adalah belum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tata cara pelayanan dan pengawasan pengangkutan Barang Tertentu di dalam daerah pabean, sebagaimana diwajibkan Undang-Undang Kepabeanan. Kekosongan aturan ini dinilai membuka ruang penyelundupan dan manipulasi pengangkutan barang antarpulau.
“Dengan belum ditetapkannya PMK, terdapat potensi penyalahgunaan dan penyelundupan barang melalui modus pengangkutan antarpulau,” tulis BPK dalam IHPS I/2024, sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (25/12/2025).
BPK juga menyoroti buruknya pendokumentasian Kertas Kerja Audit (KKA) di lingkungan DJBC. Banyak dokumen pendukung audit tidak lengkap, dasar penetapan tarif dan nilai pabean tidak terdokumentasi secara tertib, serta belum adanya pedoman resmi penyusunan KKA. Akibatnya, Laporan Hasil Audit (LHA) DJBC tidak dapat dievaluasi secara optimal dan gagal menjadi rujukan audit lanjutan.
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa persoalan ekspor POME bukan sekadar pelanggaran individual, melainkan mencerminkan masalah sistemik dalam pengawasan kepabeanan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo menegaskan tidak akan ada perlindungan bagi aparat yang terbukti melanggar hukum. Ia menekankan pentingnya reformasi tata kelola agar celah penyimpangan tidak terus berulang dan aparat tidak merasa kebal hukum.
BPK pun merekomendasikan agar Menteri Keuangan segera menetapkan PMK pengawasan Barang Tertentu serta memerintahkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyusun pedoman penyusunan dan penatausahaan KKA secara menyeluruh.
Dengan penyidikan yang terus bergulir, publik kini menanti apakah Kejagung akan mengungkap aktor utama di balik dugaan korupsi ekspor limbah sawit ini, serta sejauh mana pertanggungjawaban pejabat pengawas negara akan ditegakkan.
Topik:
korupsi POME ekspor limbah sawit Kejaksaan Agung Jampidsus Bea Cukai temuan BPK audit BPK kerugian negara penyalahgunaan wewenang kepabeanan tata kelola skandal ekspor sawit