Dear KPK: Menyerahkan Oknum Jaksa ke Jaksa sama dengan Menutup Kasus di Bawah Tangan
Jakarta, MI — Tekanan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian mengeras. Sejumlah massa yang tergabung dalam Solidaritas Aktivis Anti Korupsi (SAKSI) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025), menuntut keterbukaan total atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang diduga menyeret oknum jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Banten.
Dalam aksi tersebut, SAKSI secara tegas mendesak KPK membuka identitas oknum jaksa yang disebut-sebut ikut terjaring OTT. Bagi mereka, sikap KPK yang hingga kini masih menutup rapat nama dan konstruksi perkara justru memantik kecurigaan publik.
“Apa yang sedang ditutupi? Jika KPK diam, publik berhak curiga ada kompromi. Penegakan hukum tidak boleh dilakukan di ruang gelap,” tegas Koordinator Aksi SAKSI, Yuliano, dalam orasinya.
Aksi ini disebut sebagai tekanan moral terhadap KPK yang selama ini diposisikan sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi. Ironisnya, OTT yang melibatkan aparat penegak hukum itu terjadi hanya berselang beberapa hari setelah peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 9 Desember 2025.
Massa membawa poster bernada kecaman serta simbol keranda mayat yang mereka maknai sebagai “pemakaman keadilan”. Simbol tersebut ditujukan pada dugaan praktik saling lindung antar aparat penegak hukum yang dinilai merusak independensi lembaga antirasuah.
Menurut SAKSI, OTT dilakukan di wilayah Tangerang, Banten, dengan sembilan orang diamankan dari berbagai latar belakang. Salah satunya diduga kuat merupakan oknum jaksa Kejati Banten. Selain itu, penyidik KPK disebut menyita uang tunai sekitar Rp900 juta yang diduga terkait praktik suap dan pemerasan dalam pengurusan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Sorotan paling tajam diarahkan pada langkah KPK yang menyerahkan oknum jaksa tersebut ke Kejaksaan Agung. Bagi SAKSI, keputusan itu berpotensi menjadi konflik kepentingan serius.
“OTT dilakukan KPK, barang bukti diamankan KPK. Tapi tersangka diserahkan ke institusinya sendiri. Ini bukan penegakan hukum, ini resep mengubur perkara secara halus,” ujar Yuliano.
SAKSI juga mengaitkan kasus ini dengan OTT KPK di Kalimantan Selatan pada 18 Desember 2025 yang menjerat Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara dan Kepala Seksi Intelijen atas dugaan pemerasan. Rentetan kasus tersebut dinilai sebagai sinyal keras bahwa problem korupsi di tubuh institusi kejaksaan bersifat sistemik, bukan insidental.
Tak hanya itu, dugaan pemerasan terhadap warga negara asing asal Korea Selatan juga disorot tajam. Menurut SAKSI, praktik semacam ini bukan sekadar kejahatan hukum, tetapi ancaman langsung terhadap citra Indonesia di mata internasional, iklim investasi, dan kualitas demokrasi.
Aksi demonstrasi berlangsung tertib dengan pengawalan aparat kepolisian. Namun SAKSI menegaskan, ini baru awal. Mereka menyatakan akan terus mengawal kasus OTT jaksa tersebut dan siap menggelar aksi lanjutan jika KPK tetap memilih bungkam dan tidak membuka perkara ini secara transparan kepada publik.
“Jika KPK menyerah pada kompromi, maka kepercayaan publiklah yang menjadi korban berikutnya,” tutup Yuliano.
Topik:
KPK OTT Jaksa Kejati Banten Korupsi Pemerasan Suap Transparansi Hukum Konflik Kepentingan Reformasi Kejaksaan Aktivis Anti Korupsi SAKSI OTT Jaksa Kejati Banten Disorot Aktivis KPK Diduga Tak Transparan dan Dinilai Lempar Kasus