Sprindik Terbit di Hari OTT, Kejagung Ambil Alih Kasus Jaksa: Kebetulan atau Skenario?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Desember 2025 4 jam yang lalu
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dan Plt Pelaksana Tugas Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Sesjamintel) Sarjono Turin dalam keterangan pers di Gedung KPK RI, Jumat (19/12/2025) dini hari. (Foto: Dok MI/Aswan)
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dan Plt Pelaksana Tugas Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Sesjamintel) Sarjono Turin dalam keterangan pers di Gedung KPK RI, Jumat (19/12/2025) dini hari. (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih penanganan kasus pemerasan yang menyeret tiga oknum jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuai sorotan tajam.

Indonesia Corruption Watch menilai pengambilalihan ini berpotensi kuat menimbulkan konflik kepentingan dan berisiko melokalisir perkara agar tak berkembang ke aktor lain.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi oleh institusi yang menaungi pelaku merupakan praktik berbahaya dalam penegakan hukum.

“Penanganan kasus jaksa korupsi oleh Kejaksaan Agung berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melokalisir perkara,” kata Wana, Sabtu (20/12/2025).

ICW menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) bukan sekadar penindakan awal, melainkan pintu masuk untuk mengembangkan jejaring kejahatan, termasuk dugaan keterlibatan atasan, pihak perantara, hingga pola sistemik pemerasan terhadap Warga Negara Asing (WNA).

Alih-alih menjadi momentum pembenahan, Wana menyebut pengambilalihan perkara justru memperlihatkan minimnya komitmen pemberantasan korupsi lintas lembaga penegak hukum.

“Fakta jaksa ditangkap KPK menunjukkan fungsi pengawasan internal Kejaksaan tidak berjalan. Ini alarm keras bagi institusi,” tegasnya.

Komjak Desak Pemecatan: ‘Sudah Cemarkan Institusi’

Sikap keras juga datang dari Komisi Kejaksaan. Ketua Komjak, Pujiono, mendesak agar seluruh oknum jaksa yang terlibat diproses pidana dan dipecat tanpa kompromi.

“Proses pidana dan dipecat saja. Sudah mencemarkan nama baik institusi,” ujarnya.

Komjak bahkan meminta satu jaksa yang diduga masih buron untuk segera menyerahkan diri.

MAKI: Prestasi Pusat Jangan Ditutup Borok Daerah

Nada keprihatinan disuarakan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menilai kasus ini mencederai citra Kejagung yang selama ini dinilai progresif di tingkat pusat.

“Kantor pusat berprestasi, tapi dinodai perilaku jaksa daerah yang memanfaatkan kewenangan untuk menakut-nakuti dan memeras,” kata Boyamin.

Ia mengingatkan, pembenahan tak boleh berhenti pada penindakan eksternal.

“Kejaksaan jangan hanya menghajar korupsi di luar, tapi juga membersihkan rumah sendiri. Kalau perkara tiba-tiba melandai, harus diaudit. Jangan sampai berhenti karena suap atau pemerasan,” tegasnya.

Boyamin bahkan menyinggung adanya tarik-menarik gengsi institusional antara KPK dan Kejagung.

“Ada kesan KPK ingin menunjukkan Kejaksaan juga punya banyak borok. Terlepas dari motif, saya tetap mendukung KPK membersihkan penegak hukum—termasuk membersihkan dirinya sendiri,” tandasnya.

Sprindik Terbit di Hari OTT: Kebetulan atau Skenario?

Sorotan publik kian tajam karena sprindik Kejagung disebut terbit pada hari yang sama dengan OTT KPK, 17 Desember 2025. Fakta ini memicu pertanyaan serius soal timing, koordinasi, dan potensi manuver hukum.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa penyerahan orang dan barang bukti dilakukan sebagai bentuk koordinasi antarlembaga.

Penyerahan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (19/12/2025) dini hari. Total tiga orang diserahkan: satu jaksa, satu pengacara, dan satu ahli bahasa. Namun, identitas lengkap para pihak hingga kini belum dibuka ke publik.

Kejagung Janji Terbuka, Publik Menunggu Bukti

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, memastikan institusinya tidak akan menutup-nutupi perkara ini. Ia menegaskan transparansi akan diuji di proses penyidikan hingga persidangan.

“Percayakan. Kita terbuka dan tidak akan tutup-tutupi,” kata Anang.

Salah satu jaksa yang telah ditetapkan tersangka adalah Redy Zulkarnain, pejabat di Kejati Banten yang sempat terjaring OTT KPK.

Soal potensi konflik kepentingan, Anang menyerahkan penilaian pada waktu.

“Waktu yang akan membuktikan,” pungkasnya.

Kasus ini bukan sekadar soal tiga oknum jaksa, melainkan ujian serius bagi integritas penegakan hukum. Publik kini menanti:
apakah pengambilalihan ini akan membuka skandal lebih besar—atau justru menguburnya secara senyap. (wan)

Topik:

ICW Kejaksaan Agung KPK OTT Jaksa Pemerasan WNA Konflik Kepentingan Korupsi Penegak Hukum Sprindik Kejati Banten Reformasi Kejaksaan Transparansi Hukum MAKI Komjak Investigasi Korupsi