Antikritik, Antiketerbukaan, Berujung OTT KPK: Potret Kekuasaan Bekasi
Bekasi, MI – Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, bersama ayah kandungnya HM Kunang, dalam dugaan suap ijon proyek, menandai titik nadir integritas kepemimpinan daerah di Kabupaten Bekasi.
Skandal ini bukan sekadar perkara hukum, melainkan potret telanjang kekuasaan yang tertutup, antikritik, dan menjauh dari kontrol publik.
Pernyataan keras tersebut disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya, Ade Muksin, SH, menanggapi penetapan keduanya sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (18/12/2025).
“Keterlibatan pucuk pimpinan daerah dalam praktik korupsi yang melibatkan keluarga inti adalah bukti nyata dekadensi moral kekuasaan. Ini sudah berada pada tahap yang sangat mengkhawatirkan,” tegas Ade Muksin, Sabtu (20/12/2025).
Menurutnya, sejak masa pencalonan hingga awal menjabat, Ade Kuswara Kunang dikenal memiliki relasi komunikasi yang buruk dengan insan pers. Sikap tertutup tersebut, kata Muksin, merupakan sinyal awal dari kepemimpinan yang alergi terhadap kritik.
Ia mengungkapkan, PWI Bekasi Raya sebagai organisasi profesi wartawan resmi telah berulang kali mengajukan permohonan audiensi secara terbuka dan formal, termasuk mengirimkan undangan resmi untuk memberikan masukan konstruktif bagi pemerintahan daerah.
Namun, seluruh upaya tersebut tidak pernah mendapat respons.
“Sikap menjauh dari pers dan menutup ruang dialog adalah ciri klasik kekuasaan yang takut diawasi. Padahal, pers bukan musuh, melainkan pilar demokrasi dan mekanisme kontrol publik,” ujarnya.
Muksin menambahkan, minimnya keterbukaan informasi publik dan sikap antikritik merupakan alarm runtuhnya etika kekuasaan. Ketika kepala daerah enggan menjawab pertanyaan wartawan, ruang gelap kekuasaan justru semakin melebar dan subur bagi praktik penyimpangan.
“Ironisnya, pejabat yang sulit ditemui wartawan justru akhirnya ‘ditemui’ oleh KPK. Bukan dalam forum audiensi atau dialog terbuka, melainkan melalui operasi tangkap tangan,” sindirnya.
Ia menegaskan, penetapan tersangka terhadap Bupati Bekasi dan ayah kandungnya tidak bisa dipandang sebagai persoalan teknis hukum semata.
Kasus ini merupakan kehancuran etika jabatan publik. Praktik suap ijon proyek adalah bentuk kejahatan struktural yang merusak sistem pengadaan, mematikan persaingan sehat, dan berpotensi merugikan masyarakat luas.
“Penetapan tersangka ini adalah bukti telanjang bahwa kekuasaan di Kabupaten Bekasi telah membusuk dari pucuknya. Kekuasaan yang busuk tidak layak dipertahankan,” tegas Ade Muksin.
Atas dasar itu, PWI Bekasi Raya mendesak KPK dan aparat penegak hukum agar menjalankan proses hukum secara transparan, profesional, dan tanpa pandang bulu. Penanganan perkara tidak boleh berhenti pada individu, tetapi harus membongkar jejaring nepotisme dan korupsi sistemik dalam birokrasi Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Masyarakat Bekasi berhak atas pemerintahan yang terbuka, menghormati pers sebagai corong informasi publik, siap dikritik, dan bersih dari korupsi. Skandal ini harus menjadi momentum perubahan tata kelola pemerintahan daerah,” katanya.
Ade Muksin juga menegaskan komitmen PWI Bekasi Raya untuk terus mengawal proses hukum kasus yang menjerat Bupati Bekasi dan ayah kandungnya tersebut.
Ia menginstruksikan seluruh anggota PWI agar aktif memantau perkembangan perkara, memastikan akurasi informasi, dan menghindari penyebaran hoaks yang dapat menyesatkan opini publik.
Topik:
KPK OTT KPK Bupati Bekasi Ade KuswaraBerita Sebelumnya
Dari OTT KPK ke Alih Kendali: Kasus Jaksa Peras WNA Terancam Dilokalisir
Berita Terkait
Jejak Hitam Kajari HSU Albertus Parlinggoman: Pernah Terlibat Suap, Kini Tersangka KPK
1 jam yang lalu
MAKI Bongkar Dugaan Pembangkangan KPK atas Perintah Hakim Tipikor Medan untuk “Menyeret” Bobby Nasution
1 jam yang lalu