Pemerintah Bersikukuh Tak Tetapkan Bencana Nasional di Sumatera

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Desember 2025 1 jam yang lalu
Seorang perempuan berdiri di dalam rumahnya yang hancur di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, pada Minggu (30/11/2025)
Seorang perempuan berdiri di dalam rumahnya yang hancur di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, pada Minggu (30/11/2025)

Jakarta,  MI - Hingga kini, jumlah korban meninggal dunia setelah banjir dan longsor menerjang sejumlah daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat terus bertambah. 

Tercatat, bahwa pada Minggu (7/12/2025), ada 916 orang meninggal, orang hilang sebanyak 274 jiwa, dan korban luka mencapai 4.200 jiwa.

Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban meninggal di Provinsi Aceh mencapai 359 orang, Sumatra Utara 329 orang, dan Sumatra Barat 228 orang. Dari seluruh daerah di Sumatra, sebanyak 3,2 juta jiwa terdampak bencana tersebut. Adapun jumlah pengungsi mencapai 746.200 orang.

BNPB juga mendata rumah warga yang mengalami kerusakan dan kerusakan pada fasilitas umum. Rincian kerusakanya: 405 jembatan, 199 fasilitas kesehatan, 697 fasilitas pendidikan, 420 rumah ibadah, 234 gedung/kantor, dan sekitar 1.300 fasilitas umum.

Sementara di sektor permukiman, BNPB melaporkan sekitar 105.900 rumah rusak, yang mayoritas berada di Aceh. Secara keseluruhan, BNPB mencatat bencana ini telah berdampak pada 3,2 juta jiwa di 51 kabupaten di wilayah Sumatra-Aceh.

Namun hingga saat ini, pemerintah masih belum menetapkan status bencana nasional. Lantas apa sebabnya? Apakah karena soal anggaran?

Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus pun sudah membantah ditetapkannya status bencana di Sumatera sebagai bencana nasional lantaran adanya permasalahan anggaran. 

Menurutnya, negara masih memiliki anggaran pos dana darurat atau cadangan fiskal lebih dari Rp 400 triliun yang masih tersimpan di Bank Indonesia (BI). "Enggak ada masalah, kita ada anggaran kok. BA 99 (kode untuk Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara/BA BUN) kita ada duitnya. Masih ada 400 lebih triliun di BI belum digunakan," jelas dia saat ditemui wartawan di Bandung, Sabtu (6/12/2025).

Menurtunya, penetapan status bencana merupakan kewenangan pemerintah. Jika dalam peristiwa tersebut telah memakan banyak korban dan dampaknya sulit ditangani, maka dapat ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Kalau itu meluas, korbannya banyak, dan pemerintah kewalahan menangani, ya harusnya ditetapkan status sebagai bencana nasional," lanjutnya.

Selain itu menurutnya, belum ditetapkannya banjir di Sumatera karena pemerintah masih berkerja keras untuk dapat menangani masalah tersebut.

Komisi V DPR pun telah membagi tugas untuk terjun langsung ke lokasi bencana seperti Sumatera Barat. Dia sendiri rencananya akan mengunjungi wilayah Tapanuli Tengah pada 10 Desember 2025 mendatang.

"Tapi mari kita lihat. Sampai hari ini masih ada beberapa titik yang belum bisa terbuka. Saya kemarin dihubungi Bupati, Tapanuli Tengah, Pak Masinton, di sana masih ada kurang lebih 10 sampai 11 desa yang masih belum bisa diakses."

"Kami Komisi V tanggal 10 akan ke sana, langsung ke lokasi mengunjungi Tapanuli Tengah. Ada juga nanti anggota Komisi V yang ke Padang ya,  ke Aceh kami belum pergi karena kita berbagi tugas dengan pemerintah sebagian besar masih juga di sana," paparnya.

Selain itu, dia menegaskan telah membebaskan Kementerian Pekerja Umum (PU), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Basarnas untuk menggunakan dana di internal kementerian/lembaga guna perputaran direktorat jenderal atau antar deputi tanpa persetujuan DPR RI.

"Asal itu digunakan dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Ini untuk mempermudah birokrasi supaya proses mitigasi ini cepat," tegasnya.

Selain itu, dalam kunjungan kerja ke lokasi bencana pihaknya juga akan mendata dan mengevalusi daerah mana saja yang harus diprioritaskan dalam APBN 2026. "Kami nanti akan ke sana untuk melihat mana daerah-daerah yang harus perlu diprioritaskan dalam APBN tahun 2026," tandasnya.

Sementara Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan penetapan status bencana nasional musibah banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat masih menunggu kajian menyeluruh dari Presiden Prabowo Subianto. 

Kata dia, saat ini pemerintah masih fokus menangani situasi darurat di lapangan. "Karena memang situasi cuaca ekstrem yang masih terjadi, dan pemerintah masih melakukan semua hal yang bisa dilakukan, untuk bisa menangani situasi yang ada di daerah," kata Puan di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025).

Menurutnya, saat ini pemerintah masih memerlukan pertimbangan dalam menetapkan banjir di Utara Sumatera sebagai bencana nasional. Dia menilai, usai semua kajian dilakukan, Prabowo akan bisa memutuskan.

"Jadi setelah ini, tentu saja akan diputuskan setelah presiden mendapatkan pertimbangan yang lebih komprehensif dari lapangan," ujarnya.

Pun, Puan berharap semua korban dapat tertangani dengan baik. Puan juga meminta pemerintah pusat dan daerah bisa menangani peristiwa tersebut dengan lebih efektif dan tanggap.

"Tapi kami meyakini semuanya sudah bekerja semaksimal mungkin untuk melakukan hal-hal yang memang perlu dilakukan. Juga teman-teman di DPR pun juga sudah berusaha untuk membantu, melakukan semua hal yang bisa kami bantu, melaksanakan apa yang bisa kami lakukan," jelansya.

Puan mengatakan saat ini fokus utama ialah penanganan bencana banjir. Namun, dia memastikan DPR akan melakukan evaluasi.

"Kemarin Komisi IV sudah memanggil Menteri Kehutanan untuk bisa melakukan evaluasi-evaluasi. Namun hal tersebut akan kami dengar kembali laporannya, dan akan kami tindak lanjuti setelah penanganan bencana ini selesai," tandasnya.

Topik:

DPR Bencana Nasional Banjir Sumatra Banjir Aceh