Dear Bahlil: Korban Banjir Butuh Bantuan, Bukan Nostalgia!
Jakarta, MI - Pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang juga Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) soal korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat memantik reaksi beragam.
Tak lain adalah soal ucapan nostalgia Bahlil tentang pengalamannya saat menjadi korban letusan gunung pada 1988. Bahlil mengatakan dirinya memahami perasaan para korban karena pernah mengalami bencana ketika masih duduk di bangku SD.
"Saya sebagai orang daerah yang pernah merasakan bencana, saya kan waktu SD itu pernah bencana gunung api meletus tahun '88. Jadi saya dapat memahami perasaan saudara-saudara kita di sana," kata Bahlil di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (5/12/2025) malam.
Namun, alih-alih mendapatkan kelegaan, banyak warga merasa. Bahwa pernyataan itu hanya menambah daftar panjang retorika pejabat yang hadir dengan cerita lama, bukan solusi nyata. Mereka menilai komentar tersebut tidak secara langsung menjawab kegelisahan warga yang sudah berhari-hari menunggu bantuan merata.
Dalam pernyataannya di Istora Senayan, Jumat 5 Desember 2025 malam itu, Bahlil meminta agar tidak ada polemik antar pihak dalam penanganan bencana Sumatera. Namun ajakan ini terdengar positif, tetapi realitas di lapangan menunjukkan masih banyak kesimpangsiuran, terutama soal distribusi logistik dan evakuasi korban.
Kritik terhadap lambatnya penanganan tetap mengemuka, meskipun Bahlil mengimbau semua pihak untuk bergotong royong. Golkar, kata Bahlil, sudah melakukan sejumlah langkah konkret, mulai dari mengirim bantuan hingga menurunkan kader partai dan anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera.
Namun, langkah-langkah ini tetap dinilai tidak cukup mengimbangi besarnya dampak bencana. Bantuan yang disebut sudah bergerak sejak awal pekan justru dianggap belum merata, terutama di wilayah yang sulit dijangkau.
Bahlil menambahkan bahwa seluruh anggota DPRD, kepala daerah dari Golkar, serta struktur partai dari tingkat pusat hingga kabupaten dan kota telah dikerahkan. Ia bahkan menyebut adanya penggalangan sumbangan dari DPR RI.
"Yang pertama adalah mengirim bantuan. Semua kader Partai Golkar, pemilih di DPR Dapil wilayah Sumatera, khususnya Sumbar, Sumut, dan Aceh, semua ke daerah," jelasnya.
"DPRD-DPRD Partai Golkar kabupaten/kota, provinsi, dan seluruh anggota DPR-nya dengan bupati/wali kota dari Golkar, semua turun kerja bahu-membahu. Dan ini DPR RI juga ada membuka sumbangan, kita turun juga. DPP juga," tambah Bahlil.
Kendati demikina, publik tetap menilai bahwa apa yang disampaikan baru sebatas klaim administratif. Sementara laporan dari warga menunjukkan masih banyak daerah yang belum tersentuh bantuan memadai.
Sebagai Menteri ESDM, Bahlil juga memastikan perbaikan infrastruktur, khususnya listrik, akan rampung paling lambat Sabtu 6 Desember 2025.
"Jadi semuanya, infrastruktur semua kita lakukan dengan baik. Ini bukan persoalan Sumut, Sumbar, dan Aceh, tapi ini persoalan kita semua," jelasnya.
Namun janji itu menuai keraguan. Pada beberapa wilayah terdampak, kerusakan jaringan listrik dinilai cukup parah dan butuh waktu lebih dari sekadar satu hari untuk pulih. Pun, sejumlah aktivis lingkungan juga menilai pernyataan itu hanya untuk menenangkan publik tanpa menjelaskan bagaimana proses pemulihan dilakukan secara teknis.
Selain itu, komentar Bahlil bahwa bencana ini bukan hanya persoalan Sumut, Sumbar, atau Aceh. Tetapi “persoalan kita semua”, dianggap sebagai pernyataan normatif yang sering diulang saat bencana besar terjadi.
Namun kenyataannya, pemerintah pusat kembali dinilai lambat merespons sinyal bahaya yang telah terlihat sejak awal musim hujan. Dalam kondisi di lapangan yang masih kacau, warga berharap lebih dari sekadar ucapan empati dan ajakan gotong royong. Mereka ingin kepastian, kehadiran nyata pemerintah, dan langkah konkret yang benar-benar terasa, bukan sekadar janji manis yang berulang.
Perlu empati yang lebih baik
Sejumlah pengamat menyayangkan beragam pernyataan dan tindakan pejabat pemerintah yang mematik kontroversi, alih-alih membuat kebijakan yang dapat mempercepat penanganan.
Pengamat Kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, mengatakan, pemerintah harus "meningkatkan komunikasi" di tengah duka yang dialami para korban bencana.
"Ini pembelajaran… perlu empati yang lebih baik. Perspektif kemanusiaan enggak muncul dengan baik," kata Eko Teguh Paripurno kepada Monitorindonesia.com baru-baru ini.
Sementara peneliti Sosial Nanyang Technological University Singapura, Sulfikar Amir, yang menilai rangkaian kontroversi itu akibat pemerintah "meremehkan kondisi di lapangan." Padahal dalam prinsip kebencanaan, terang Sulfikar, pemerintah semestinya bersikap "over estimate daripada under estimate."
"Lebih baik sumber daya tak terpakai daripada kurang. Enggak bisa under estimate, enggak bisa. Supaya korban bisa diminimalisasi. Itu prinsip bencana mendasar," kata Sulfikar.
Topik:
Bahlil Banjir Sumatera Banjir Aceh Bahlil Lahadalia