Dari Penegak Hukum ke Terduga Pemeras: Jejak Uang Rp1,5 Miliar Menyeret Kajari HSU Albertinus
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik korupsi sistematis di tubuh Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan.
Kepala Kejari HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), diduga menjadi aktor utama dalam skema pemerasan dan penyalahgunaan kewenangan yang menghasilkan aliran dana mencapai Rp1,51 miliar.
Temuan ini bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan mengindikasikan penyalahgunaan struktur kekuasaan penegak hukum untuk kepentingan pribadi, dengan melibatkan pejabat internal Kejari sebagai perantara.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa uang tersebut berasal dari berbagai sumber yang saling berkaitan. Modusnya mencakup pemerasan terhadap pihak-pihak berperkara, pemotongan anggaran internal kejaksaan, hingga penerimaan dana melalui jalur tidak langsung, termasuk rekening keluarga.
"Ancaman-ancaman itu adalah hanya sebagai modus. Karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD, tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).
"Jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan. Kemudian ditindak lanjuti laporannya, bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungi lah kepala SKPD-nya, seperti itu modusnya ya," timpalnya.
Pemerasan Berlapis Lewat Orang Dalam
KPK mencatat sedikitnya Rp804 juta diduga diterima Albertinus dari praktik pemerasan sepanjang November–Desember 2025. Uang tersebut tidak diserahkan secara langsung, melainkan dialirkan melalui dua pejabat strategis Kejari HSU:
1. Asis Budianto (ASB) – Kepala Seksi Intelijen
2. Tri Taruna Fariadi (TAR) – Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara
Keduanya diduga berperan sebagai penghubung sekaligus penjamin “keamanan perkara”, memperkuat dugaan bahwa praktik ini berjalan terstruktur, bukan insidental.
Anggaran Negara Dipotong, SPPD Fiktif
Tak berhenti di pemerasan eksternal, KPK juga menemukan dugaan penggerogotan anggaran internal Kejari HSU. Albertinus diduga memerintahkan pemotongan dana melalui bendahara, termasuk:
1. Pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) senilai Rp257 juta
2. Tanpa disertai Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD)
3. Potongan dari sejumlah seksi/unit kerja
Dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dengan kedok operasional kantor.
Aliran Dana Lewat Rekening Istri dan Pejabat Daerah
KPK juga menelusuri penerimaan lain sebesar Rp450 juta, di mana Rp405 juta di antaranya ditransfer melalui rekening istri Albertinus. Pola ini memperkuat dugaan upaya penyamaran aliran dana (layering).
Selain itu, uang juga diduga mengalir dari sejumlah pejabat daerah, mulai dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum hingga Sekretaris DPRD HSU, dengan total Rp45 juta dalam rentang Agustus–November 2025.
Jika seluruh komponen digabungkan, total dugaan penerimaan mencapai Rp1.511.300.000—angka yang mencerminkan skala korupsi serius di institusi penegak hukum tingkat daerah.
OTT ke-11 KPK dan Buronan yang Kabur
Kasus ini terkuak setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 18 Desember 2025 di HSU—OTT ke-11 sepanjang tahun 2025. Sehari berselang, enam orang diamankan, termasuk Albertinus dan Asis Budianto, beserta uang ratusan juta rupiah.
Pada 20 Desember 2025, KPK resmi menetapkan tiga tersangka:
1. Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN)
2. Asis Budianto (ASB)
3. Tri Taruna Fariadi (TAR)
Namun, hingga kini Tri Taruna Fariadi belum tertangkap dan diduga melarikan diri, memunculkan pertanyaan serius soal potensi kebocoran informasi sebelum OTT dilakukan.
Kasus ini membuka tabir gelap penegakan hukum di daerah: ketika aparat yang seharusnya menindak korupsi justru menjadi aktor pemerasan.
KPK menegaskan penyidikan masih berkembang dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain, baik dari internal kejaksaan maupun pihak eksternal yang diduga ikut “bermain”.
Topik:
Korupsi OTT KPK Kajari HSU Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara Komisi Pemberantasan Korupsi Pemerasan Jaksa Skandal Kejaksaan