Kemdiktisaintek Siapkan Peta Jalan Kampus Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
Tangerang, MI - Kampus yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keharusan.
Komitmen tersebut ditegaskan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui kegiatan Diseminasi Metrik Inklusi Disabilitas yang digelar di Universitas Pradita, Tangerang, Rabu sore (17/12/2025).
Diseminasi ini menjadi bagian dari upaya Kemdiktisaintek mendorong terciptanya lingkungan perguruan tinggi yang memberikan akses setara bagi seluruh mahasiswa, termasuk penyandang disabilitas.
Metrik Inklusi Disabilitas sendiri merupakan instrumen pengukuran yang memotret sejauh mana prinsip inklusi telah diterapkan dalam kebijakan, layanan, dan praktik penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemdiktisaintek, Beny Bandanadjaja, menegaskan bahwa peningkatan akses menjadi salah satu fokus utama pendidikan tinggi nasional.
“Dikti memiliki moto meningkatkan akses, mutu, relevansi, dan dampak. Akses berarti memberikan kesempatan kepada semua pihak, termasuk penyandang disabilitas. Karena itu, kegiatan ini menjadi langkah konkret untuk meningkatkan pelayanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas,” ujar Beny.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018, baru sekitar 2,8 persen penyandang disabilitas yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya mewujudkan kampus inklusif masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan akses fisik, layanan akademik yang belum adaptif, hingga kebijakan kelembagaan yang belum sepenuhnya berpihak pada kebutuhan penyandang disabilitas.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengembangkan Unesa Disability Inclusion Metric (UDIM). Instrumen ini dirancang sebagai alat ukur komprehensif untuk menilai sejauh mana perguruan tinggi mengimplementasikan prinsip inklusi disabilitas secara sistematis dan berkelanjutan.
Pengembang UDIM dari Unesa, Prof. Bay, menjelaskan bahwa metrik ini disusun berdasarkan kesadaran akan pentingnya aksesibilitas di berbagai aspek kehidupan.
“UDIM dikembangkan atas kesadaran bahwa akses terhadap lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya, termasuk pendidikan, informasi, dan komunikasi, merupakan prasyarat utama agar penyandang disabilitas dapat menikmati seluruh hak asasi manusia secara utuh. Karena itu, dibutuhkan instrumen pengukuran yang universal dan objektif,” jelasnya.
Metrik Inklusi Disabilitas mencakup sejumlah aspek strategis, mulai dari kebijakan dan tata kelola kelembagaan, ketersediaan serta aksesibilitas sarana dan prasarana, layanan akademik dan nonakademik, kesiapan sumber daya manusia, hingga pelaksanaan tridarma perguruan tinggi dengan perspektif inklusi.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek, Khairul Munadi, menegaskan bahwa inklusivitas tidak lagi menjadi pilihan, melainkan kewajiban bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
“Kampus adalah rumah bersama yang menjunjung prinsip kesetaraan. Mulai tahun 2026, seluruh perguruan tinggi di Indonesia diwajibkan menghadirkan lingkungan belajar yang ramah dan inklusif bagi penyandang disabilitas,” tegas Khairul.
Menurutnya, kehadiran Metrik Inklusi Disabilitas menjadi instrumen penting untuk memastikan komitmen tersebut dapat dijalankan secara nyata dan terukur. Melalui metrik ini, perguruan tinggi diharapkan mampu memetakan kondisi eksisting, mengidentifikasi celah layanan, serta menyusun langkah strategis sesuai kebutuhan sivitas akademika penyandang disabilitas.
Kegiatan diseminasi ini juga menghadirkan pemaparan dari Komisi Nasional Disabilitas (KND) serta tim pengembang metrik dari Unesa. Para narasumber menekankan pentingnya cetak biru kampus inklusif sebagai panduan pemenuhan hak penyandang disabilitas di lingkungan pendidikan tinggi.
Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia, mengapresiasi langkah Kemdiktisaintek yang dinilainya semakin menunjukkan keberpihakan terhadap insan pendidikan tinggi penyandang disabilitas.
“Kami sangat senang karena pemerintah, melalui Kemdiktisaintek, mulai meningkatkan perhatian dalam regulasinya untuk memperkuat pelayanan bagi penyandang disabilitas di perguruan tinggi,” ujar Dante.
Cetak biru kampus inklusif ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta diperkuat melalui Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 dan Nomor 55 Tahun 2024.
Kebijakan tersebut juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 4 tentang Pendidikan Berkualitas dan Tujuan 10 tentang Pengurangan Ketimpangan.
Diseminasi Metrik Inklusi Disabilitas diikuti perwakilan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), serta Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I hingga XVII dari seluruh Indonesia.
Topik:
Kemdiktisaintek kampus inklusif disabilitas pendidikan tinggi metrik inklusi disabilitas perguruan tinggi hak penyandang disabilitasBerita Terkait
Hetifah Dorong Keberpihakan pada PTS dan Perbaikan Tata Kelola Pendidikan Tinggi Nasional
8 jam yang lalu
Masih Banyak Mahasiswa Disabilitas Drop Out, KND Minta Kampus Lebih Inklusif
8 jam yang lalu
Kampus Berdampak, Riset Menguat: Mukhamad Najib Tegaskan Perguruan Tinggi Harus Jadi Lokomotif Inovasi Bangsa
6 Desember 2025 12:10 WIB
PPTI 2025 di Unesa Jadi Ajang Konsolidasi Perguruan Tinggi Menuju Indonesia Emas 2045
13 November 2025 18:54 WIB