KPK Setop Kasus Nikel Rp2,7 T: Negara Dirugikan, Hukum Dipermainkan?
Jakarta, MI – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penanganan kasus dugaan suap izin eksplorasi, usaha pertambangan, hingga operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara menuai kecaman keras. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai langkah tersebut sebagai kemunduran serius dalam pemberantasan korupsi sektor sumber daya alam.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan penghentian perkara itu tidak masuk akal dan sarat kejanggalan.
“Kami sangat menyesalkan dan mengecam keputusan KPK yang menyetop penanganan kasus dugaan korupsi ini. Ini bukan perkara kecil, melainkan dugaan perampokan sumber daya negara dengan nilai fantastis,” tegas Boyamin, Sabtu (27/12/2025).
KPK berdalih perkara tersebut tidak cukup bukti karena perizinan diduga terjadi pada 2009. Namun MAKI menyebut dalih itu keliru dan menyesatkan publik.
Menurut Boyamin, izin usaha pertambangan nikel justru diterbitkan pada 2017 oleh eks Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, kepada 17 perusahaan tambang nikel.
“Fakta hukumnya jelas. Izin-izin itu diberikan pada 2017, bukan 2009. Klaim KPK ini keliru dan menunjukkan adanya kesalahan serius dalam membaca konstruksi perkara,” ujarnya.
MAKI menilai terdapat kejanggalan besar dalam penerbitan izin-izin tersebut, terutama setelah Aswad secara sepihak mencabut kuasa pertambangan yang sebelumnya dikuasai PT Antam. Usai pencabutan itu, Aswad justru membuka karpet merah bagi perusahaan-perusahaan swasta.
Aswad kemudian menerima permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan dan menerbitkan 30 surat keputusan kuasa pertambangan, sebagian di antaranya meningkat ke tahap produksi hingga ekspor.
Akibat praktik tersebut, negara diduga dirugikan hingga Rp2,7 triliun, sementara Aswad Sulaiman diduga menerima aliran dana sekitar Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tambang nikel tersebut.
Sementara Direktur Investigasi Indonesian e-Catalogue Watch (INDECH), Hikmat Siregar, menilai penghentian perkara ini sebagai preseden buruk dan berpotensi melanggengkan impunitas.
“Jika kasus dengan kerugian negara triliunan rupiah bisa dihentikan begitu saja, maka pesan yang muncul adalah kejahatan tambang bisa dinegosiasikan. Ini tamparan keras bagi semangat pemberantasan korupsi,” kata Hikmat kepada Monitoridonesis.com, Sabtu (27/12/2025).
Ia menegaskan, penghentian perkara tanpa pengujian di pengadilan hanya akan memperkuat dugaan publik bahwa ada masalah serius di internal penegakan hukum.
MAKI pun mendesak Kejaksaan Agung untuk segera turun tangan dan mengambil alih perkara tersebut dari KPK.
“Kami berharap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tidak tinggal diam. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang. Kasus ini harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya,” tandas Boyamin.
Kasus ini sebelumnya menyeret nama Aswad Sulaiman sebagai tersangka dugaan korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Namun dengan dihentikannya penyidikan oleh KPK, publik kini mempertanyakan komitmen lembaga antirasuah dalam mengawal keadilan dan melindungi kekayaan negara.
Topik:
KPK kasus korupsi tambang nikel Konawe Utara MAKI Boyamin Saiman izin pertambangan kerugian negara Rp2 7 triliun Kejaksaan AgungBerita Terkait
Ijon Proyek Bekasi Dibongkar: KPK Didesak Periksa Dani Ramdan, Dedy Supriyadi dan Akhmad Marjuki
2 jam yang lalu
Skandal Ijon Proyek Bekasi: KPK Bidik Jejak Korupsi Rp157 Miliar Sejak Era Sebelum Bupati Ade Kuswara
3 jam yang lalu
KPK Gunakan Metode Follow the Money di Kasus Bank BJB, Dugaan Aliran Dana ke Ridwan Kamil Jadi Sorotan
10 jam yang lalu