Fakta Sidang Korupsi Tol MBZ dan Minyak Mentah Tak Bisa Lepaskan Astra Group, Pengamat: Negara Tidak Boleh Kalah!
Jakarta, MI – Pengamat kebijakan publik Fernando Emas menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh kekuatan korporasi dalam menegakkan hukum, terutama ketika fakta-fakta persidangan dan proses hukum telah membuka indikasi kuat adanya praktik korupsi yang melibatkan proyek strategis nasional dan sektor energi.
Menurut Fernando, rangkaian fakta yang terungkap dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ) menunjukkan bahwa perkara ini tidak bisa dilihat sebagai kesalahan teknis semata.
Ia menilai, berbagai temuan dalam proses hukum telah mengindikasikan adanya penyimpangan serius dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan anggaran proyek.
Dalam perkara Tol MBZ, PT Acset Indonusa Tbk (ACSET)—anak usaha Astra Group—dikaitkan dengan proyek yang belakangan diketahui menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp179,99 miliar.
Fakta tersebut, menurut Fernando, bukan angka yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari rangkaian audit, pemeriksaan ahli, dan keterangan saksi yang terungkap dalam proses hukum.
“Kalau dalam persidangan dan penyidikan sudah muncul angka kerugian negara, sudah ada keterangan saksi, ahli, dan dokumen yang menunjukkan penyimpangan, maka logika hukumnya jelas: jangan berhenti di pelaksana lapangan,” kata Fernando kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (27/12/2025).
Praktisi hukum itu juga menekankan bahwa dalam proyek infrastruktur skala nasional seperti Tol MBZ, keputusan strategis tidak mungkin hanya dibuat oleh operator teknis. Ada struktur korporasi, rantai komando, dan pengambilan keputusan tingkat atas yang patut diuji melalui proses hukum.
“Fakta persidangan harus dibaca secara utuh. Kalau ada aliran dana tidak wajar, perubahan spesifikasi, atau pembengkakan biaya yang tidak rasional, maka itu harus ditelusuri sampai ke pengambil keputusan tertinggi di korporasi,” ujarnya.
Fernando secara terbuka menyatakan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh ragu memeriksa pimpinan tertinggi korporasi, termasuk Djony Bunarto selaku bos Astra Group, jika terdapat fakta hukum yang mengarah pada dugaan keterkaitan atau pengetahuan atas aliran dana mencurigakan.
“Negara tidak boleh takut. Pemeriksaan pimpinan korporasi bukan kriminalisasi, tapi bagian dari prinsip equality before the law,” tegasnya.
Fakta Persidangan Tol MBZ Jadi Alarm Tata Kelola Infrastruktur
Menurut Fernando, fakta-fakta yang terungkap dalam perkara Tol MBZ seharusnya menjadi alarm keras bagi tata kelola proyek infrastruktur nasional.
Proyek yang semestinya menjadi simbol kemajuan justru berubah menjadi contoh bagaimana lemahnya pengawasan bisa membuka ruang penyimpangan.
“Tol MBZ ini bukan proyek kecil, ini proyek strategis nasional dengan anggaran triliunan rupiah. Kesalahan dalam proyek seperti ini bukan hanya soal uang, tapi juga menyangkut keselamatan publik dan kepercayaan rakyat,” katanya.
Ia menilai, jika fakta persidangan sudah menunjukkan adanya pelanggaran serius, maka penegak hukum wajib mengembangkan perkara, bukan menutupnya demi stabilitas semu.
Skandal Minyak Mentah: Fakta Hukum Tak Bisa Dipisahkan
Tak hanya Tol MBZ, Fernando juga menyoroti kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, yang dalam proses hukumnya turut menyeret PT Pamapersada Nusantara (PAMA), anak usaha Astra Group lainnya.
Dalam klaster dugaan penjualan solar di bawah harga pasar, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp958,38 miliar. Angka tersebut, menurut Fernando, juga lahir dari rangkaian temuan hukum, audit, serta penghitungan kerugian negara yang dilakukan aparat berwenang.
“Ini bukan tuduhan liar. Ini perkara yang sedang diproses hukum. Fakta-fakta yang muncul menunjukkan adanya keuntungan tidak sah dalam jumlah fantastis,” ujarnya.
Fernando menegaskan bahwa sektor minyak dan energi merupakan urat nadi perekonomian nasional.
Oleh karena itu, setiap praktik korupsi di sektor ini harus dipandang sebagai kejahatan serius terhadap kepentingan negara dan rakyat.
“Kalau sektor energi dikorupsi, dampaknya langsung ke harga, ke subsidi, dan ke daya beli rakyat. Ini bukan kejahatan biasa,” katanya.
Jangan Tebang Pilih, Jangan Bermain Aman
Fernando mendesak kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya agar menjadikan fakta persidangan sebagai pijakan untuk mengembangkan perkara, bukan justru membatasi ruang penyelidikan.
“Kejaksaan tidak boleh bermain aman. Jangan berhenti di level menengah. Fakta hukum harus ditarik ke atas, bukan ditekan ke bawah,” tegasnya.
Ia bahkan menyatakan bahwa aparat penegak hukum yang ragu atau takut menghadapi korporasi besar lebih baik mundur dari jabatan strategisnya.
“Kalau gentar menghadapi modal besar, mundur saja. Negara butuh penegak hukum yang berani, bukan yang bersembunyi di balik prosedur,” ujarnya.
Menurut Fernando, keberanian aparat dalam menindaklanjuti fakta persidangan merupakan ujian paling nyata bagi supremasi hukum di Indonesia.
“Kalau fakta hukum sudah ada tapi tidak ditindak, maka publik akan menyimpulkan satu hal: hukum bisa dibeli,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pengusutan tuntas kasus Tol MBZ dan dugaan korupsi minyak mentah bukan semata persoalan hukum, tetapi penentu apakah negara benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat atau tunduk pada kekuatan korporasi besar.
“Negara harus berdiri tegak. Jangan sampai negara terlihat kalah. Kalau itu terjadi, kepercayaan publik runtuh,” pungkasnya.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi fakta persidanga di atas kepada pihak Astra Group melalui email corporate.secretary@ai.astra.co.id. Namun hingga berita ini diterbitkan belum ada respons.
Topik:
Tol MBZ Korupsi Astra Group Acset Indonusa Pamapersada Nusantara Minyak Mentah Pertamina Fakta Persidangan KejaksaanBerita Terkait
Soal Kans Dugaan Korupsi Kota Deli Megapolitan Seret Semua Pejabat PTPN II 2020–2023, Kajati Sumut: Kami Tak Ada Beban Apapun
1 jam yang lalu
Uang CSR BI Mengalir ke DPR, Mengapa Gubernur Perry Warjiyo Belum Disentuh?
26 Desember 2025 13:43 WIB
Kasus Whoosh Menggantung, Trubus: KPK Jangan Cuma Berani OTT Kepala Daerah, Kasus Triliunan Harus Dituntaskan
25 Desember 2025 19:50 WIB