Aksi Simbolik Kejagung: Uang Dipajang, Koruptor Aman!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Desember 2025 13 jam yang lalu
Uang tunai Rp6,6 triliun dipamerkan di lobi Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Indonesia Corruption Watch menilai aksi tersebut bersifat simbolik dan tidak mencerminkan keberhasilan pemulihan kerugian negara akibat korupsi. (Foto: Dok MI)
Uang tunai Rp6,6 triliun dipamerkan di lobi Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Indonesia Corruption Watch menilai aksi tersebut bersifat simbolik dan tidak mencerminkan keberhasilan pemulihan kerugian negara akibat korupsi. (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI — Indonesia Corruption Watch (ICW) melontarkan kritik keras terhadap langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memamerkan tumpukan uang senilai Rp6,6 triliun sebagai hasil penyelamatan keuangan negara. ICW menilai aksi tersebut tidak menyentuh persoalan utama pemberantasan korupsi dan cenderung bersifat seremonial.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyebut pemajangan uang rampasan di ruang publik tidak mencerminkan keberhasilan penegakan hukum secara substansial.

“Memamerkan uang hasil rampasan bukan ukuran keberhasilan. Itu lebih menunjukkan pencitraan, bukan perbaikan sistem,” ujar Wana dalam keterangan tertulis, Kamis (25/12/2025).

ICW mencatat, berdasarkan laporan organisasi tersebut per Desember 2024, total kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi mencapai sekitar Rp300 triliun. Namun, dana yang berhasil dipulihkan oleh aparat penegak hukum hanya sekitar 4,8 persen dari total kerugian tersebut.

Menurut Wana, angka itu menunjukkan lemahnya kinerja negara dalam merampas aset hasil kejahatan dan mengembalikannya ke kas negara.

“Jika tingkat pengembalian masih di bawah lima persen, maka klaim keberhasilan jelas perlu dipertanyakan,” tegasnya.

Atas dasar itu, ICW mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengalihkan fokus dari simbol-simbol publikasi menuju upaya nyata memaksimalkan pemulihan kerugian negara melalui mekanisme hukum yang efektif dan transparan.

Sebelumnya, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menyerahkan dana senilai Rp6.625.294.190.469,74 kepada pemerintah sebagai bagian dari penyelamatan keuangan negara. Penyerahan dilakukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Rabu (24/12/2025).

Pantauan di lokasi menunjukkan uang pecahan Rp100.000 disusun dalam kemasan plastik dan ditata memenuhi area lobi hingga lorong menuju Gedung Tindak Pidana Khusus (Pidsus). Proses pemindahan uang dilakukan menggunakan troli dan dikawal aparat TNI.

Presiden Prabowo Subianto hadir langsung dalam agenda tersebut, didampingi sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, di antaranya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani, serta Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Hadir pula Mensesneg Prasetyo Hadi, Kepala BPKP Yusuf Ateh, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Penyerahan dana itu merupakan bagian dari penguasaan kembali kawasan hutan tahap kelima dengan luas hampir 897 ribu hektare. Dalam kurun waktu 10 bulan, Satgas PKH mengklaim telah merebut kembali lebih dari 4 juta hektare lahan perkebunan, jauh melampaui target awal, dengan nilai indikatif aset mencapai lebih dari Rp150 triliun.

Sebagian lahan tersebut telah diserahkan untuk dikelola dan dipulihkan, termasuk lebih dari 1,7 juta hektare perkebunan sawit kepada PT Agrinas Palma Nusantara, ratusan ribu hektare kawasan konservasi untuk pemulihan ekosistem, serta kawasan Taman Nasional Tesso Nilo untuk reforestasi.

Meski demikian, ICW menegaskan bahwa keberhasilan sejati tidak diukur dari besarnya tumpukan uang yang dipamerkan, melainkan dari seberapa besar kerugian negara yang benar-benar kembali dan seberapa kuat efek jera yang dihasilkan bagi pelaku korupsi.

Topik:

ICW Kejaksaan Agung korupsi pamer uang pemulihan aset kerugian negara