Bukan Bukti Keaslian: Tim Roy Suryo Kritik Gelar Perkara Ijazah Jokowi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Desember 2025 6 jam yang lalu
Kubu Roy Suryo di Polda Metro Jaya pada Senin (15/12/2025) (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)
Kubu Roy Suryo di Polda Metro Jaya pada Senin (15/12/2025) (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)

Jakarta, MI – Tim kuasa hukum Roy Suryo mengungkapkan sejumlah temuan baru usai gelar perkara khusus kasus dugaan ijazah palsu yang digelar di Polda Metro Jaya, Senin (15/12/2025). Mereka menegaskan, penayangan ijazah oleh penyidik sama sekali belum dapat dijadikan dasar pembuktian keaslian dokumen.

Salah satu kuasa hukum, Ahmad Khozinudin, menyatakan bahwa penyidik hanya menunjukkan barang bukti berstatus sitaan tanpa menyertakan kesimpulan hukum apa pun terkait autentisitas ijazah Presiden ke-7 RI tersebut.

“Yang dipastikan hanya satu: dokumen itu berada dalam penguasaan penyidik. Itu bukan pernyataan bahwa ijazah tersebut asli,” tegas Khozinudin kepada wartawan.

Khozinudin mengungkapkan, ijazah yang ditampilkan justru memiliki kemiripan mencolok dengan dokumen yang selama ini beredar di ruang publik. Bahkan, menurutnya, karakteristiknya identik dengan ijazah yang sebelumnya telah dianalisis oleh pihak Roy Suryo.

Ia menyoroti foto pria berkacamata yang tercantum dalam ijazah tersebut sebagai penanda utama. “Artinya, ijazah yang selama ini tidak pernah ditampilkan ke publik, pada akhirnya sama dengan dokumen yang pernah diunggah oleh Dian Sandi dari PSI,” ujarnya.

Atas dasar itu, pihak Roy Suryo memilih menunggu proses persidangan. Khozinudin menegaskan, hanya majelis hakim yang memiliki kewenangan menilai sah atau tidaknya sebuah alat bukti.

“Penyidik tidak memiliki otoritas menentukan keaslian dokumen. Itu sepenuhnya domain pengadilan,” katanya.

Sementara itu, Roy Suryo mengaku menemukan sejumlah kejanggalan baru setelah melihat langsung ijazah tersebut dalam gelar perkara. Roy—yang kini berstatus tersangka dalam perkara dugaan pencemaran nama baik—menilai kondisi fisik ijazah terlalu baik untuk dokumen yang diterbitkan lebih dari empat dekade lalu.

Ia mengingatkan bahwa ijazah tersebut tercatat berasal dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dengan tahun kelulusan 1985.

“Kualitas fotonya terlalu tajam. Secara teknologi, ini tidak mencerminkan produk era 1980-an. Lebih menyerupai hasil cetak baru,” ujar Roy usai gelar perkara.

Roy juga menyoroti adanya garis di sisi kiri dokumen yang dinilainya tidak lazim ditemukan pada ijazah resmi. Selain itu, warna logo UGM terlihat masih solid dan tajam, tanpa tanda degradasi tinta akibat usia.

“Seharusnya, dalam istilah Jawa, sudah mbleber—warna melebar atau pecah karena usia. Ini justru seperti dicetak dengan tinta printer modern,” katanya.

Ia menambahkan, ijazah tersebut tidak menunjukkan ciri keamanan seperti watermark atau embos. Roy juga mempertanyakan urutan pencetakan dokumen. Berdasarkan pembanding ijazah UGM lain yang dimilikinya, teks dicetak lebih dulu, kemudian logo. Namun pada ijazah yang ditunjukkan penyidik, ia menilai proses tersebut terbalik.

“Logonya dicetak lebih dulu, warnanya bukan emas, lalu baru teks. Ini berbeda dari standar yang saya ketahui,” tegasnya.

Berdasarkan seluruh temuan itu, Roy Suryo menyatakan keyakinannya bahwa ijazah tersebut tidak autentik. Meski demikian, ia menegaskan keputusan akhir tetap berada di tangan pengadilan.

Topik:

Roy Suryo Ijazah Jokowi Dugaan Ijazah Palsu Gelar Perkara Polda Metro Jaya Kasus Pencemaran Nama Baik UGM Universitas Gadjah Mada Hukum Nasional Politik Kontroversi Ijazah Pengadilan