Kepala Barantin: Karantina Tak Sekadar Cegah Penyakit, Tapi Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Jakarta MI - Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin) Sahat Manaor Panggabean menegaskan bahwa karantina tidak hanya berfungsi sebagai benteng pencegahan masuknya hama dan penyakit, tetapi juga berperan strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal itu disampaikan Sahat dalam kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2025 Badan Karantina Indonesia yang digelar di Ballroom Lumire Hotel and Convention Center, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
“Kerja dengan cepat dan profesional adalah semangat kita ke depan. Dengan begitu, posisi Indonesia bisa sejajar dan sederhana dalam berhubungan dengan negara-negara lain,” kata Sahat.
Menurutnya, tugas utama karantina adalah melindungi sumber daya alam hayati Indonesia, mulai dari hewan, ikan, hingga tumbuhan, dari ancaman hama dan penyakit melalui layanan karantinaan yang andal.
“Bapak-Ibu semua menjalankan fungsi perlindungan. Kita menjaga sumber daya alam hayati dari berbagai penyakit melalui pelayanan karantina,” ujarnya.
Namun, Sahat menekankan bahwa peran karantina tidak berhenti pada isu kesehatan semata.
“Karantina ini saya harapkan bukan hanya mencetak lantasan penyakit, tetapi juga saya dorong ke arah ekonomi. Jadi karantina harus menjalankan dua fungsi sekaligus: perlindungan dan pengungkit ekonomi,” tegasnya.
Sahat mengungkapkan, saat ini layanan karantina telah hadir di seluruh provinsi di Indonesia dengan total 364 pintu pemasukan dan pengeluaran, mencakup bandara, pelabuhan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN), serta pelabuhan internasional dan domestik.
“Kita ada di 364 layanan pemasukan dan pengeluaran. Seluruh Indonesia kita jangkau,” katanya.
Dalam menjalankan tugas di perbatasan, Barantin juga terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, seperti Bea Cukai dan entitas border lainnya.
“Pola kerja karantina selalu terintegrasi dengan institusi lain di perbatasan,” ujarnya.7
Sepanjang 2025, Barantin memfokuskan kebijakan pada tiga agenda strategis utama, yakni penguatan sumber daya manusia (SDM), revitalisasi laboratorium, dan digitalisasi layanan.
Terkait penguatan SDM, Sahat mengakui jumlah pegawai karantina masih terbatas, sekitar 5.400 orang, dengan cakupan tugas yang sangat luas, termasuk pengawasan antarwilayah dan antarpulau.
“Kalau dari Merak ke Bakauheni, pegawai karantina ada. Tapi Bea Cukai tidak ada di situ. Artinya, cakupan kerja karantina itu sangat luas, sementara pegawai kita terbatas,” ujarnya.
Meski demikian, Barantin terus meningkatkan kapasitas pegawai melalui pelatihan dan penguatan kompetensi, termasuk menyiapkan pegawai sebagai komponen cadangan.i
“Kami tetap berkomitmen meningkatkan kapasitas pegawai, apalagi sekarang kita masuk ke era digital,” kata Sahat.7
Sahat menegaskan bahwa laboratorium merupakan senjata utama karantina.
“Kalau laboratorium kita tidak kuat dan tidak up to date, saya yakin kecepatan layanan kita akan terbatas,” ujarnya.
Karena itu, Barantin menargetkan modernisasi dan revitalisasi seluruh laboratorium pada tahun depan.
“Saya berkomitmen, tahun depan laboratorium kita akan kita tunjukkan setara dengan laboratorium negara mitra di luar negeri,” tegasnya.
Dalam aspek digitalisasi, Sahat menyebut layanan karantina Indonesia kini telah terhubung secara elektronik dengan 34 negara, termasuk pertukaran sertifikat dan data secara real time.
“Ketika sistem kita terkoneksi, itu menunjukkan level layanan kita sudah sejajar dengan negara-negara maju,” ujarnya.
Melalui sistem digital dan SISIP yang terhubung dengan Indonesia National Single Window (INSW), pelaku usaha dapat memantau status dokumen dan barang secara transparan.
“Tidak perlu lagi datang ke kantor karantina. Dokumen bisa dikirim dari rumah. Prosesnya transparan dan real time,” katanya.
Sahat mengakui jumlah pengguna sistem digital masih terbatas, sekitar 40 ribu akun.
“Saya minta bantuan teman-teman media untuk mengedukasi pelaku usaha agar memanfaatkan layanan digital karantina,” ujarnya.
Sahat juga memaparkan capaian pengawasan sepanjang 2025, termasuk ribuan tindakan penahanan, penolakan, dan pemusnahan komoditas berisiko yang tidak dilengkapi dokumen karantina.
“Ini bukan karena kami ingin menahan barang, tapi karena tidak ada jaminan bahwa barang tersebut sehat dan bebas penyakit,” tegasnya.
Menurut Sahat, karantina Indonesia tidak ingin menjadi “tempat pembuangan” komoditas bermasalah dari negara lain.
“Kita tahan, kita tolak, kita musnahkan, dan kita sampaikan protes resmi ke negara asal,” ujarnya.
Menutup sambutannya, Sahat menegaskan komitmen Barantin untuk terus bekerja cepat, profesional, dan adaptif menghadapi tantangan global.0
“Kami akan terus bekerja dengan semangat, menjaga keamanan hayati nasional sekaligus mendukung kelancaran perdagangan dan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Topik:
Badan Karantina Indonesia Sahat Manaor Panggabean Karantina Indonesia Refleksi Akhir Tahun 2025 Keamanan Hayati Digitalisasi Layanan