Korupsi Proyek Fiktif Rp46,8 M di PT PP: KPK Didesak Periksa Dirut Novel Arsyad
Jakarta, MI – Dugaan korupsi proyek fiktif di PT Pembangunan Perumahan (PP) mengguncang publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka utama, Didik Mardiyanto (DM) dan Herry Nurdy Nasution (HNN), pada November 2025.
Modus operasinya berlangsung antara 2022–2023 dan merugikan negara sekitar Rp46,8 miliar.
Kasus ini menyingkap praktik manipulasi sistematis di Divisi EPC PT PP, khususnya proyek strategis melalui skema konsorsium. Pada Juni 2022, DM memerintahkan HNN menyiapkan dana Rp25 miliar untuk proyek Cisem. Untuk menutupi jejak, mereka menggunakan vendor fiktif PT AW, meminjam identitas pegawai hingga office boy, mencetak purchase order dan tagihan palsu, kemudian mencairkan dana dalam bentuk valuta asing.
Pola serupa muncul di proyek lain, dengan identitas staf dipinjam sebagai sopir, office boy, dan staf keuangan, sehingga total kerugian mencapai Rp10,8 miliar. Di proyek Bahodopi, DM menyalurkan dana untuk THR dan tunjangan variabel staf yang bukan vendor, termasuk KUR Rp7,5 miliar dan APR Rp3,3 miliar.
Pakar hukum pidana Universitas Borobudur, Hudi Yusuf, menegaskan, proyek fiktif merupakan tindak pidana korupsi, dan pembelian aset dari uang korupsi masuk kategori pencucian uang.
"Pelaku harus dihukum berat, mengingat negara sedang krisis keuangan. Manipulasi ini sudah berulang, sehingga sangat mustahil Dirut tidak tahu. KPK harus segera memeriksa Dirut PT PP (Novel Arsyad) terkait tanggung jawabnya," ujarnya kepada Monitorindonesia.com, Rabu (24/12/2025).
Kasus ini memperlihatkan bahwa modus operandi korupsi di BUMN bisa sistematis dan kompleks, menuntut tindakan cepat dan tegas dari penegak hukum.
Sementara PT PP (Persero) Tbk (PTPP) telah angkat bicara selepas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua petingginya yang diduga terlibat korupsi proyek fiktif di lingkungan perusahaan itu.
Corporate Secretary PTPP Joko Raharjo mengatakan perseroan telah melakukan penyelidikan internal sejak Desember 2024 atas kasus yang belakangan ditangani lembaga antirasuah tersebut.
Joko mengatakan perseroannya menghormati seluruh proses hukum yang saat ini tengah berjalan di KPK. Di sisi lain, Joko memastikan, proses hukum itu tidak menganggu operasi dan proyek yang saat ini dikerjakan PTPP.
“PTPP tetap menjalankan kegiatan usaha secara profesional. Kami berkomitmen menjaga kepercayaan pemangku kepentingan dan memastikan setiap proyek berjalan sebagaimana mestinya,” kata Joko dalam keterangan resmi, Rabu (26/11/2025).
Sebelumnya, KPK menahan dua pejabat PT PP, Kepala Divisi EPC Didik Mardiyanto dan Senior Manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC Herry Nurdy Nasution.
Keduanya ditahan sejak 25 November hingga 14 Desember 2025 di Rutan Gedung Merah Putih. Penahanan dilakukan setelah penyidik menemukan dugaan rekayasa sejumlah proyek di divisi EPC pada 2022–2023.
Dalam konstruksi perkara, Didik dan Herry diduga memanfaatkan sejumlah proyek EPC, baik yang dikerjakan sendiri maupun melalui konsorsium, untuk menarik dana melalui vendor yang dibuat seolah-olah sah.
Skema itu pertama kali muncul pada Juni 2022 ketika Didik meminta Herry menyiapkan dana Rp25 miliar dengan dalih kebutuhan Proyek Cisem.
Untuk memperlancar pencairan, mereka menggunakan nama beberapa individu seperti office boy dan staf internal sebagai pemilik perusahaan pemasok, lalu membuatkan dokumen purchase order dan tagihan fiktif agar pembayaran terlihat wajar.
Setelah dana cair melalui vendor-vendor tersebut, Didik dan Herry menerima kembali uang tersebut melalui perantara dalam bentuk valuta asing.
Modus serupa kembali diulang di sejumlah proyek lain melalui identitas yang berbeda, termasuk yang menggunakan nama sopir, office boy, hingga staf keuangan di divisi EPC.
Dalam rentang Juni 2022 hingga Maret 2023, praktik pengadaan fiktif itu setidaknya dilakukan pada sembilan proyek berbeda dengan total nilai mencapai Rp46,8 miliar.
Deretan pekerjaan yang disusupi transaksi fiktif tersebut meliputi proyek pembangunan smelter nikel di Kolaka, proyek konstruksi Mines of Bahodopi Block 2 & 3, pekerjaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Manado, proyek PSPP Portsite di Timika, serta beberapa rangkaian pembangunan Mobile Power Plant (MPP) yang tersebar di Nabire, Ternate, Bontang, Labuan Bajo, Jayapura, dan Kendari.
Proyek PLTMG Bangkanai di Kalimantan Tengah dan pembangunan jaringan Manyar Power Line di Gresik juga disebut masuk dalam daftar pekerjaan yang dimanipulasi.
Sebagian dana dari proyek Bahodopi disebut dialirkan kembali oleh Didik untuk menambah pembayaran Tunjangan Hari Raya dan Tunjangan Variabel kepada dua oknum internal.
Akibat serangkaian tindakan tersebut, negara diduga mengalami kerugian setidaknya Rp46,8 miliar karena dana perusahaan mengalir ke vendor yang tidak pernah melakukan pekerjaan apa pun.
Topik:
proyek fiktif PT Pembangunan Perumahan PT PP KPK BUMN vendor fiktif pencucian uang kerugian negara Didik Mardiyanto Herry Nurdy Nasution Dirut PT PP Novel ArsyadBerita Sebelumnya
Belum Ada Tersangka, KPK Masih Tunggu Hitungan Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji
Berita Selanjutnya
Hasil Sikat Kawasan Hutan, Rp 6,6 Triliun Siap Disetor ke Negara
Berita Terkait
Anggota DPR Diduga Terlibat Kasus Suap Ijon Proyek Bekasi, KPK Bilang Begini
20 menit yang lalu
Belum Ada Tersangka, KPK Masih Tunggu Hitungan Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji
4 jam yang lalu
Korupsi Proyek Fiktif PT PP: Negara Rugi Rp46,8 Miliar, Dirut Novel Arsyad Diminta Bertanggung Jawab
4 jam yang lalu