“KPK Diam, PT Jhonlin Baratama Masih ‘Bebas’ dari Jeratan Hukum” Kasus Suap Pajak

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Desember 2025 2 jam yang lalu
Pakar Hukum Pidana Unbor Hudi Yusuf (Foto: Dok MI/Pribadi)
Pakar Hukum Pidana Unbor Hudi Yusuf (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Kasus dugaan suap dan gratifikasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang melibatkan PT Jhonlin Baratama (JB), anak usaha Jhonlin Group milik Haji Isam, masih menyisakan pertanyaan besar di masyarakat. Meski KPK telah memproses pejabat DJP, konsultan, dan “kaki tangan” korporasi, korporasi utama—PT Jhonlin Baratama—belum jelas statusnya.

Pakar hukum pidana Universitas Borobudur, Hudi Yusuf, menilai kasus ini tidak seharusnya berlarut-larut. "Kalau KPK menunda, masyarakat tentu bertanya-tanya: masuk angin kah KPK, kekurangan SDM, atau ada yang disembunyikan? Uang pajak adalah milik negara. Korporasi tidak bisa meminta keringanan atau menggelapkannya," tegas Hudi kepada Monitorindonesia.com, Rabu (24/12/2025).

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut pihaknya masih mengumpulkan bukti sebelum mengambil keputusan. "Perkembangan kasus PT Jhonlin Baratama sejauh ini masih didalami. Kita harus berhati-hati dalam menilai keterlibatan korporasi," ujarnya. KPK menegaskan, bila bukti kuat ditemukan, status kasus akan dinaikkan ke tahap penyidikan.

Sejak November 2023, mantan pimpinan KPK Alexander Marwata menegaskan kemungkinan PT Jhonlin Baratama dijerat sebagai tersangka korporasi, karena menerima keuntungan langsung dari praktik suap pajak. "Uang suap biasanya berasal dari perusahaan, bukan konsultan pajak. Siapa yang dijadikan tersangka tergantung bukti," kata Alex.

Dalam skema ini, sejumlah pejabat DJP telah diproses hukum, termasuk mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji, mantan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Dadan Ramdani, serta Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak. Konsultan dan wajib pajak juga ikut dijerat, seperti Agus Susetyo (PT Jhonlin Baratama), Veronika Lindawati (Bank Panin), serta Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi (PT Gunung Madu Plantations).

Investigasi KPK mengungkap rekayasa penghitungan kewajiban pajak oleh tim pemeriksa DJP atas arahan berjenjang dari pejabat, memastikan kepentingan wajib pajak—termasuk PT Jhonlin Baratama—disetujui secara ilegal. Uang suap yang teridentifikasi mencapai Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura dari tiga wajib pajak: PT Gunung Madu Plantations, PT BPI Tbk Bank Panin, dan PT Jhonlin Baratama.

Kasus ini menegaskan praktik suap pajak yang sistematis, melibatkan kolusi pejabat, konsultan, dan korporasi. Tekanan publik kini memuncak: KPK dituntut segera mengumumkan perkembangan kasus PT Jhonlin Baratama agar tidak menimbulkan kesan lamban atau “tutup-tutupan.”

Monitorindonesia.com telah mencoba mengonfirmasi perkembangan kasus ini kepada Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. Namun hingga berita ini diterbitkan, respons resmi dari kedua pejabat belum diterima.

Topik:

PT Jhonlin Baratama KPK Suap Pajak Kasus Suap