PT Adipati Wijaya dalam Pusaran Korupsi Proyek Fiktif Seret 2 Pejabat PT PP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Desember 2025 2 jam yang lalu
Dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan proyek fiktif di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (PP), Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP, Herry Nurdy Nasution (kiri) dan Kadiv Engineering, Procurement, & Construction (EPC) PT PP Didik Mardiyanto ketika dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 25 November 2025.
Dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan proyek fiktif di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (PP), Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP, Herry Nurdy Nasution (kiri) dan Kadiv Engineering, Procurement, & Construction (EPC) PT PP Didik Mardiyanto ketika dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 25 November 2025.

Jakarta, MI - PT Adipati Wijaya disorot Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PT PP). Kasus dugaan rasuah ini telah menyeret 2 pejabat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

Adalah mantan Senior Vice President (SVP) Head Divisi EPC PT PP, Didik Mardiyanto, serta mantan Manajer Keuangan Senior Divisi EPC PT PP, Herry Nurdy Nasution.

Sementara KPK telah memeriksa Imam Rianto selaku Direktur PT Adipati Wijaya dan Riza Pahlevi alias Awing yang merupakan staf dari perusahaan yang sama. "Pemeriksaan dilakukan di Ditreskrimsus Polda Jambi pada Kamis (21/8/2025)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip pada Kamis (11/12/2025).

Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers penahanan kedua tersangka pada Selasa, 25 November 2025 mengungkapkan bahwa kedua tersangka tersebut mengondisikan proyek yang dimiliki Divisi EPC PT PP pada periode 2022–2023. Perseroan pelat merah itu memiliki beberapa proyek yang dikerjakan sendiri maupun melalui konsorsium.

“Pada Juni 2022, saudara DM memerintahkan saudara HNN menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar yang diklaim untuk keperluan Proyek Cisem dari tender yang dimenangkan Divisi EPC PT PP,” kata Asep.

Ia menjelaskan keduanya memanipulasi pengeluaran proyek agar terlihat wajar melalui penggunaan vendor PT Adipati Wijaya dengan memakai nama pegawai EPC PT PP. 

“Mereka menggunakan nama saudara EP (Eris Pristiawan) dan saudara FH (Fachrul Rozi), yang merupakan office boy, untuk membuat dokumen purchase order, tagihan fiktif, dan validasi dokumen pembayaran tersebut,” ujarnya.

KPK menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, Asep menjelaskan alasan KPK baru menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT PP. Ia mengatakan KPK masih menelusuri pejabat di posisi luar perusahaan. “Dalam perkara ini, kami biasanya merayap dari luar terlebih dahulu, dari para kepala divisinya,” ujar Asep pada 11 April 2025.

Ia menyebut setelah memeriksa dan menetapkan pejabat luar PT PP, KPK akan mulai memanggil pejabat internal perseroan, seperti direktur hingga komisaris. 

Asep mengatakan sementara ini proses penyelidikan, penyidikan, dan pengumpulan barang bukti masih berfokus pada pejabat di luar PT PP karena bukti dari kepala divisi atau pelaksana lebih mudah ditemukan.

Diduga banyak terlibat

Pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf menduga banyak yang terlibat di kasus dugaan korupsi ini.

Pasalnya, ada 9 proyek fiktif di perusahaan konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. Sembilan proyek fiktif yang dikerjakan EPC PT PP itu adalah:

Pembangunan Pabrik Peleburan (Smelter) Nikel di Kolaka senilai Rp25,3 miliar
Pembangunan Mines of Bahodopi Block 2 & 3 di Morowali senilai Rp10,8 miliar
Pembangunan Sulut-1 Coal Fired Steam Power Plant di Manado senilai Rp4 miliar
PSPP Portsite di Timika Papua senilai Rp1,6 miliar
Mobile Power Plant (MPP) Paket 7 di Nabire, Ternate, Bontang, dan Labuan Bajo senilai Rp607 juta
Mobile Power Plant (MPP) Paket 8 di Jayapura & Kendari senilai Rp986 juta
PLTMG Bangkanai di Kalimantan Tengah senilai Rp2 miliar
Manyar Power Line di Gresik, Jawa Timur senilai Rp1 miliar
Divisi EPC senilai Rp504 juta.

“Kasus ini perlu dikembangkan hingga tuntas dan tidak pantas jika hanya 2 tersangka, karena diduga yang terlibat cukup banyak dan cukup banyak juga yang menikmati karena itu tidak pantas hanya 2 tersangka. Karena saya yakin tersangka dapat lebih dari itu,” kata Hudi kepada Monitorindonesia.com, Rabu (10/12/2025).

Topik:

KPK Korupsi PT PP PT Adipati Wijaya PT Pembangunan Perumahan