Rawan Korupsi! BPK dan BPKP Diminta Awasi Bansos Bencana Sumatera-Aceh
Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diminta ikut mengawasi penyaluran bantuan sosial (Bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT) untuk korban bencana alam di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar) dan Aceh agar tidak dikorupsi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) Hudi Yusuf begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (8/12/2025) menegaskan bahwa setiap bansos, apalagi untuk bencana alam sudah keharusan bagai BPK dan BPKP mengawasinya agar tidak terulang lagi kasus dugaan korupsi bansos.
"BKP dan BPKP harus ikut mengawasi hingga mengaudit anggaran bansos ini, kita sudah trauma soal dugaan korupsi bansos yang sebelumnya menyeret mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Barubara. Sekarang ada bansos bencana Sumatera hingga Aceh, tapi status kebencanaannya belum juga naik ke nasional, ada apa nih?," kata Hudi.
Padahal, kata dia, Presiden Prabowo Subianto hingga Kementerian sudah turun sampai ke Aceh. Tapi mengapa tidak juga hingga detik ini statusnya belum nasional.
"Status bencana ini masih daerah belum nasional, tapikan Presiden sudah turun, kementerian-kementerian sudah turun itu kan sebenarnya secara de facto, secara nasional itu menanggulangi bencana. Tapi yang anehnya kenapa statusnya tidak dinaikkan menjadi bencana nasional. Ini menurut saya pasti ada sesuatu tentang itu apalagi dari segi korban sudah cukup banyak.
"Namun kalau statusnya tidak dianaikan ke nasional itu saya juga bingung kenapa bisa jadi seperti itu. Pada intinya dana-dana bansos yang turun ke sana harus diaudit," jelas Hudi.
Sementara informasi dari sumber Monitorindonesia.com menyatakan bahwa dana bansos yang sudah dikucurkan ke daerah setempat sekitar Rp 1,5 triliun.
"Dananya dari pemerintah pusat itu sudah ada sekitar Rp 1,5 triliun ke Sumut untuk menangani banjir Medan. Infonya bahwa dana ini dikelola Pemko Medan, dikelola oleh BWS langsung. Cuman kan kemana uang itu semua kan," kata sumber itu.
Hudi melanjutkan bahwa terhadap siapapun yang melakukan dugaan korupsi bansos maka sudah sempantasnya dihukum mati. Namun kata Hudi, status bencana di Sumatera dan Aceh itu hingga kini belum juga menjadi bencana nasional.
"Iya, yang korupsi bansos harusnya dihukum mati. Itu diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, hukuman mati dapat dikenakan terhadap pelaku korupsi dalam keadaan tertentu. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” di sini yaitu adanya keadaan tertentu yang dapat dijadikan pemberatan pidana bagi si pelaku. Seperti korupsi atas dana-dana untuk penanggulangan bencana alam nasional, kerusuhan sosial, krisis moneter, dan lainnya," jelas Hudi.
Supaya tak ada lagi bansos atau BLT yang sampai ke tangan orang-orang yang tidak berhak, Hudi berharap juga kepada camat dan lurah atau kepala desa mengawasi secara langsung proses penyaluran bansos dan BLT hingga ke tingkat RT.
"Pemerintah harus terus memberikan bansos dan BLT. Jangan sekali-kali juga menyunat anggarannya. Penyalurannya juga mesti diperluas ke para korban bencana alam. Namun BPKP dan BPK di sini perlu dilibatkan," tandas Hudi.
Topik:
Bansos BLT Bencana Alam Sumatera Benacana Alam Aceh Banjir Sumatera Banjir Aceh BPK BPKP