Pengemudi Truk Harus Jadi Perhatian Pemerintah, 60 Persen Pengemudi ODOL Pernah Alami Kecelakaan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Desember 2025 5 jam yang lalu
Persoalan keselamatan dan kesejahteraan pengemudi truk bermuatan Over Dimension Over Loading (ODOL) kembali menjadi sorotan. Data terbaru menunjukkan bahwa 60 persen pengemudi truk ODOL pernah mengalami kecelakaan lalu lintas, dengan faktor utama disebabkan oleh rem blong.
Persoalan keselamatan dan kesejahteraan pengemudi truk bermuatan Over Dimension Over Loading (ODOL) kembali menjadi sorotan. Data terbaru menunjukkan bahwa 60 persen pengemudi truk ODOL pernah mengalami kecelakaan lalu lintas, dengan faktor utama disebabkan oleh rem blong.

Jakarta, MI — Persoalan keselamatan dan kesejahteraan pengemudi truk bermuatan Over Dimension Over Loading (ODOL) kembali menjadi sorotan. Data terbaru menunjukkan bahwa 60 persen pengemudi truk ODOL pernah mengalami kecelakaan lalu lintas, dengan faktor utama disebabkan oleh rem blong.

Ironisnya, risiko tinggi tersebut dihadapi di tengah kondisi kesejahteraan yang rendah. Mayoritas pengemudi truk di Indonesia masih hidup dengan penghasilan di bawah standar layak.

Mayoritas Pengemudi Bergaji Rendah

Berdasarkan Survei Persepsi Pengemudi Angkutan Barang yang dilakukan Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan pada Oktober 2025, sebanyak 75 persen pengemudi truk memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan.

Rinciannya:

37 persen berpenghasilan Rp3–4 juta

22 persen Rp2–3 juta

16 persen Rp4–5 juta

Sebanyak 46 persen pengemudi menerima sistem upah borongan, sementara 66 persen pengemudi yang memiliki penghasilan tambahan hanya memperoleh maksimal Rp2 juta per bulan.

ODOL Tingkatkan Risiko Kecelakaan

Meski secara umum 85 persen responden mengaku tidak pernah mengalami kecelakaan, data menunjukkan korelasi kuat antara ODOL dan kecelakaan lalu lintas. Sebanyak 60 persen pengemudi truk bermuatan ODOL tercatat pernah mengalami kecelakaan, dengan 52 persen di antaranya disebabkan oleh rem blong.

Praktik ODOL sendiri masih marak. Survei mencatat 61 persen pengemudi mengemudikan truk bermuatan ODOL, yang didorong oleh perbedaan pendapatan cukup signifikan.

Pengemudi truk ODOL rata-rata memperoleh Rp4.322.222 per bulan, jauh lebih tinggi dibanding pengemudi non-ODOL yang hanya Rp2.985.294 per bulan. Selisih pendapatan mencapai Rp1,33 juta, menjadi insentif ekonomi yang kuat meski berisiko tinggi.

Pemerintah Susun Rencana Zero ODOL

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan telah menyusun sembilan Rencana Aksi Nasional dan 47 output dalam Rancangan Peraturan Presiden Penguatan Logistik Nasional untuk mewujudkan kebijakan Zero ODOL.

Beberapa poin utama meliputi:

Integrasi sistem elektronik angkutan barang

Pengetatan pengawasan dan penindakan

Penguatan jalan khusus logistik

Insentif dan disinsentif bagi pelaku usaha

Kajian dampak ekonomi dan inflasi

Standar kerja layak bagi pengemudi

Harmonisasi regulasi lintas sektor

Namun, hingga kini kebijakan tersebut dinilai masih dominan sebatas wacana.

Sertifikasi hingga Jam Kerja Pengemudi Mendesak Diterapkan

Melihat tingginya angka kecelakaan, kualitas sumber daya pengemudi menjadi faktor krusial. Beberapa langkah yang dinilai mendesak antara lain:

Sertifikasi kompetensi wajib bagi pengemudi truk, khususnya angkutan berat

Pengawasan ketat jam kerja dan waktu istirahat sesuai UU Ketenagakerjaan

Kampanye masif bahaya ODOL bagi pengemudi, pengusaha, dan pemilik barang

Usulan Kesejahteraan Pengemudi

Asosiasi Pengemudi Logistik Nusantara mengusulkan enam program kesejahteraan. Dari jumlah tersebut, tiga dinilai realistis untuk segera didorong, yakni:

Perpanjangan SIM B1 dan B2 Umum tanpa PNBP

Subsidi rumah khusus pengemudi truk (90 persen pengemudi belum memiliki rumah)

Akses KIP Kuliah dan PIP bagi anak pengemudi logistik

Usulan tersebut juga pernah disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada 2025.

Terminal Angkutan Barang Jadi Kunci Keselamatan

Akademisi Transportasi, Djoko Setijowarno, menilai ketiadaan terminal angkutan barang di jalur nasional sebagai persoalan serius yang memperburuk keselamatan.

Saat ini, pengemudi truk kerap berhenti di warung atau rumah makan di bahu jalan nasional karena tidak tersedianya fasilitas resmi. Praktik ini membahayakan lalu lintas dan meningkatkan risiko kecelakaan.

Ia mendorong Kementerian Perhubungan untuk:

Membangun terminal angkutan barang di jalan nasional

Memanfaatkan terminal penumpang Tipe A yang sepi sebagai area istirahat truk

Mengalihkan pangkalan truk daerah menjadi terminal resmi dengan standar keselamatan

Kualitas SDM Jadi Kunci Akhiri ODOL

Peningkatan kualitas pengemudi truk dinilai sebagai kunci utama mengakhiri praktik ODOL, menurunkan angka kecelakaan, dan meningkatkan efisiensi logistik nasional. Kualitas tersebut mencakup kompetensi, kesejahteraan, dan profesionalisme.

Tanpa keberpihakan nyata pada pengemudi, kebijakan Zero ODOL dikhawatirkan hanya menjadi target administratif tanpa solusi menyentuh akar persoalan.

Topik:

Truk ODOL