PT PP Terseret Korupsi Proyek Fiktif, Jaringan Pejabat dan Staf Terkuak!
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperdalam penyidikan kasus korupsi pengadaan proyek fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) Tbk atau PTPP.
Dua pejabat senior sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, namun penyidikan telah meluas ke berbagai pihak lain.
Tersangka dan Modus Operasi
Didik Mardiyanto – Kepala Divisi EPC PT PP.
Herry Nurdy Nasution – Senior Manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC.
Keduanya ditahan sejak 25 November 2025 untuk 20 hari pertama terkait dugaan korupsi proyek fiktif periode Juni 2022–Maret 2023.
Menurut penyidik, para tersangka memanfaatkan sistem internal perusahaan untuk mencairkan dana tanpa pekerjaan nyata dengan membuat dokumen fiktif atas nama vendor palsu dan menggunakan identitas pegawai rendahan (seperti office boy dan sopir) sebagai “perusahaan bayangan”. Uang yang seharusnya untuk proyek dialirkan kembali kepada mereka melalui staf dalam bentuk mata uang asing (valas).
Total Kerugian dan Proyek yang Diduga Fiktif
Dari penghitungan KPK, terdapat 9 proyek fiktif yang sudah dibayarkan, dengan nilai total Rp46,8 miliar. Proyek tersebut mencakup:
Smelter Nikel di Kolaka – Rp25,3 miliar
Mines of Bahodopi Block 2 & 3 – Rp10,8 miliar
Pembangkit Listrik Sulut-1 – Rp4 miliar
PSPP Portsite Timika – Rp1,6 miliar
Pekerjaan Mobile Power Plant (MPP) di sejumlah wilayah – ratusan juta rupiah
PLTMG Bangkanai – Rp2 miliar
Manyar Power Line – Rp1 miliar
Divisi EPC (lainnya) – Rp504 juta
Selain itu, kerugian negara versi awal penghitungan penyidik disebut mencapai Rp80 miliar, karena termasuk aset yang disita KPK dan indikasi aliran dana lain.
Perluasan Penyidikan
Penyidikan tak hanya berhenti pada dua tersangka utama.
KPK telah:
Memanggil sejumlah manajer proyek dan staf, termasuk pejabat pembuat komitmen, pengendali logistik, staf finance, dan pemasaran untuk dimintai keterangan.
Menyita aset dan uang tunai senilai puluhan miliar rupiah, termasuk mata uang asing.
Memperluas pemeriksaan hingga pihak swasta yang diduga terlibat dalam aliran dana fiktif.
Respon dan Dampak Perusahaan
Manajemen PTPP mengakui proses hukum yang tengah berjalan sejak Desember 2024, menegaskan bahwa mereka menghormati proses penegakan hukum dan telah melakukan penyelidikan internal. PTPP juga mengatakan kasus ini belum berdampak signifikan terhadap operasi bisnis mereka.
Namun, publikasi keuangan perusahaan menunjukkan laba bersih turun drastis hampir 98% pada kuartal III 2025, yang analis industri kaitkan sebagian karena sorotan negatif dan gangguan kepercayaan investor akibat kasus ini.
Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur, Hudi Yusuf, saat berbincang dengan Monitorindonesia.com menilai KPK tidak boleh berhenti hanya pada dua tersangka, karena dugaan keterlibatan jaringan lebih luas dan keuntungan yang telah dinikmati pihak lain. Ia menegaskan penyidikan perlu dilanjutkan hingga tuntas agar semua pihak yang terlibat dapat diproses secara hukum.
Penegakan Hukum dan Potensi Jaringan
Sampai saat ini KPK belum menetapkan tersangka tambahan, namun langkah penyidikan menunjukkan ada pola penggunaan identitas pegawai internal sebagai “topeng legal” bagi perusahaan fiktif, serta kemungkinan keterlibatan pihak luar sebagai penerima aliran dana.
Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pemeriksaan terhadap pimpinan dari pihak swasta seperti pimpinan JSI Resort Megamendung sebagai bagian dari perluasan penyidikan.
Kasus ini bukan sekadar penahanan dua orang pejabat BUMN konstruksi. Bukti awal mengisyaratkan:
Modus yang sistematis, bukan sekadar kesalahan administratif.
Potensi jaringan yang lebih luas, melibatkan staf internal hingga pihak swasta.
Kerugian negara besar, yang masih dalam penghitungan lebih lanjut KPK.
Implikasi reputasi dan keuangan PTPP yang signifikan.
Penyidikan ini sedang berlangsung, dan publik serta pengamat hukum memantau apakah penetapan tersangka akan diperluas demi akuntabilitas yang lebih besar.
Topik:
KPK PT Pembangunan Perumahan PT PP korupsi proyek fiktif BUMN Didik Mardiyanto Herry Nurdy kerugian negara EPC