Sumatera Diterjang Bencana, WALHI Pertanyakan Nalar Negara Ekspansi Hutan Papua
Jakarta, MI - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melontarkan kritik tajam terhadap wacana Presiden Prabowo Subianto yang berencana membuka lahan sawit dan kebun tebu berskala raksasa di Papua dengan dalih swasembada pangan dan energi. Rencana tersebut dinilai mencederai rasa keadilan dan empati publik, terutama ketika masyarakat di berbagai wilayah Sumatera masih bergulat dengan dampak bencana ekologis yang belum sepenuhnya tertangani.
Menurut WALHI, prioritas negara saat ini semestinya difokuskan pada penyelamatan korban, pemulihan ekosistem, serta peninjauan ulang arah pembangunan nasional yang selama ini terbukti memicu krisis lingkungan.
Hingga Rabu (24/12/2025), data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih terus diperbarui seiring bertambahnya jumlah korban jiwa, pengungsi, serta kerusakan akibat banjir bandang dan bencana beruntun di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
“Ketika warga Sumatera masih berjuang mempertahankan hidup dan kehilangan tempat tinggal, negara justru melempar wacana ekspansi lahan besar-besaran di Papua. Ini menunjukkan minimnya kepekaan terhadap penderitaan rakyat,” tegas WALHI.
WALHI Papua mengingatkan bahwa kondisi hutan di Tanah Papua sudah berada dalam situasi darurat. Saat ini, Papua tercatat telah kehilangan sekitar 688 ribu hektare hutan primer. Bahkan dalam rentang waktu 2022–2023 saja, deforestasi hutan alam di wilayah tersebut mencapai sekitar 552 ribu hektare, atau setara dengan sekitar 70 persen total deforestasi nasional.
Bagi WALHI, data tersebut seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk menghentikan laju pembukaan hutan, bukan justru memperluasnya. Tragedi ekologis yang kini melanda Sumatera disebut sebagai bukti konkret bahwa deforestasi masif, alih fungsi hutan, dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali berkontribusi besar terhadap meningkatnya frekuensi dan skala bencana.
“Kita sudah merasakan dampaknya di Sumatera. Deforestasi memperparah banjir, longsor, dan krisis air. Apakah kesalahan yang sama akan diulang di Papua?” kata WALHI.
Lebih lanjut, WALHI menegaskan bahwa Papua bukan wilayah kosong yang bebas dieksploitasi. Papua merupakan ruang hidup masyarakat adat, kawasan dengan keanekaragaman hayati kelas dunia, sekaligus benteng terakhir hutan hujan tropis Indonesia. Ekspansi sawit dan tebu skala besar dikhawatirkan akan memicu konflik agraria, merampas hak masyarakat adat, serta mempercepat krisis iklim dan bencana ekologis di masa depan.
Menutup pernyataannya, WALHI mendesak Presiden Prabowo untuk membatalkan rencana pembukaan kebun sawit dan tebu di Papua, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap model pembangunan berbasis ekstraksi, serta menempatkan keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama di atas ambisi pertumbuhan ekonomi dan target swasembada yang dinilai semu.
Topik:
WALHIBerita Terkait
Korupsi SDA Seret 76 Tambang dan Kebun Sawit Rugikan Negara Rp437 T, WALHI Lapor Kejagung
12 Desember 2025 09:26 WIB
Dugaan Korupsi SDA Seret 29 Korporasi Dilaporkan ke Kejagung, Negara Diduga Tekor Rp 200 Triliun
3 Juli 2025 17:54 WIB